advokat syariah



       I.            PEMBAHASAN
A.    Pengertian Advokat Syariah
Kata advokat syariah terdiri dari dua kata, yaitu advokat dan syariah. Istilah advokat berasal dari bahasa Belanda “advocaat” yang berati orang yang berprofesi memberikan jasa hukum. Menurut Blacks’s Law Dictionary, advokat adalah  to speak in favour of or defend by argument, yaitu berbicara untuk keuntungan dari atau membela dengan argumentasi untuk seseorang.[1]
Advokat sendiri berarti orang yang berprofesi memberikan jasa hukum berupa konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Undang – Undang.[2]
Seorang advokat adalah seorang pembela dan penasehat. Dalam perkara perdata, para pihak dapat menguasakan kepada orang lain untuk mengurus perkaranya. Pihak berperkara disebut pemberi kuasa dan yang diberi kuasa disebut pemegang kuasa.[3]
Sedangkan syariah adalah hukum agama yang menetapkan peraturan hidup manusia, hubungan manusia dengan Allah SWT., hubungan manusia dengan manusia dan alam sekitar berdasarkan Alquran dan hadis. [4]  Akan tetapi yang dimaksud dengan advokat syariah disini adalah advokat yang mempunyai latarbelakang pendidikan dari Fakultas Syariah.
Kemunculan advokat syariah ini timbul dari adanya motivasi perlawanan terhadap bentuk – bentuk diskriminatif dari socio legal political arrangement  yang terbangun sejak zaman penjajahan Belanda sampai masa Orde Baru. Sebagaimana dalam Surat Edaran MA no. 8 tahun 1987 yang menyebutkan bahwa advokat dapat berpraktik di seluruh Indonesia di semua lingkungan peradilan. Akan tetapi dalam pasal 185 – 186 RO[5] disebutkan bahwa yang dapat diangkat sebagai advokat adalah warga negara Indonesia yang telah lulus pendidikan hukum. Sebagai konsekuensinya, sarjana syariah tidak mendapat pengakuan karena tidak masuk dalam kategori sarjana hukum. Pada tahun 1983 Menteri Agama membuat peraturan no. 1 tahun 1983 tentang pemberian bantuan hukum. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa lulusan fakultas syariah bersama – sama dengan lulusan fakultas hukum diberi hak untuk memberikan bantuan hukum di Pengadilan Agama. Namun peraturan tersebut mendapat kecaman dari Menteri Kehakiman yang merasa mempunyai otoritas mengatur kepengacaraan. Pada Tahun 1998 MA mengeluarkan SEMA no. 1 tahun 1998 tentang 9 mata ujian yang harus ditempuh calon pengacara. Akan tetapi jika lulus sarjana syariah hanya dapat berpraktek di PA sementara sarjana hukum dapat berpraktek di semua lingkungan peradilan.[6]
Pada tahun 2003, para pengacara Syariah di Semarang dengan difasilitasi LPKBHI Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang menyelenggarakan sebuah pertemuan yang bertujuan untuk mengimpun sarjana Syariah seluruh Indonesia yang berkeinginan untuk menjadi advokat dan menyikapi RUU advokat yang akan disahkan di parlemen.[7] Mereka melakukan diskusi dan konsultasi secara aktif dengan berbagai pihak. Akhirnya dirumuskanlah konsep akademik perubahan beberapa pasal RUU yang masih terkesan diskriminatif dan dikirimlah kertas kerja tersebut kepada pemerintah dan DPR.
Upaya tersebut membuahkan hasil yang menggembirakan dengan dimasukkannyarumusan pada draft terakhir RUU bahwa sarjana Syariah mendapat hak yang sama dengan sarjana hukum untuk menjadi advokat. Akan tetapi masih ada beberapa pakar hukum yang belum menerima usulan tersebut. Hal tersebut berangkat dari kurangnya pengetahuan mereka tentang fakultas syariah dan mata kuliah yang diajarkan. Akhirnya berkat perjuangan yang sungguh – sungguh, akhirnya sarjana syariah diakui dan memiliki peluang yang sama dengan sarjana hukum untuk menjadi advokat. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat[8] yang telah disahkan pada sidang paripurna DPR RI tanggal 6 Maret 2003.[9]

B.     Dasar Hukum Tentang Advokat Menurut Pandangan Syariah
1.      Surat Shaad ayat 26
ߊ¼ãr#y»tƒ $¯RÎ) y7»oYù=yèy_ ZpxÿÎ=yz Îû ÇÚöF{$# Läl÷n$$sù tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# Èd,ptø:$$Î/ Ÿwur ÆìÎ7®Ks? 3uqygø9$# y7¯=ÅÒãŠsù `tã È@Î6y «!$# 4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbq=ÅÒtƒ `tã È@Î6y «!$# öNßgs9 Ò>#xtã 7ƒÏx© $yJÎ/ (#qÝ¡nS tPöqtƒ É>$|¡Ïtø:$# ÇËÏÈ  
 Hai Daud, Sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.
Sebenarnya ayat di atas lebih cenderung kepada perilaku hakim yang baik. Namun demikian, hal ini juga bias dijadikan dalil untuk advokat. Karena seorang advokat yang baik, apalagi advokat Islam, maka harus dituntut untuk berlaku adil dan tidak mengikuti hawa nafsu. Hawa nafsu disini bias ditafsir hermeneutik-kan dengan seorang advokat yang berlaku curang atau membela  yang orang salah lantaran disogok atau boleh jadi advokat yang cenderung mengikuti hawa nafsu tersebut mempengaruhi pemikiran hakim dengan menyampaikan argumen-argumen yang tidak sesuai dengan fakta.

2.      Al-Isra’ ayat 36
Ÿwur ß#ø)s? $tB }§øŠs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ íOù=Ïæ 4 ¨bÎ) yìôJ¡¡9$# uŽ|Çt7ø9$#ur yŠ#xsàÿø9$#ur @ä. y7Í´¯»s9'ré& tb%x. çm÷Ytã Zwqä«ó¡tB ÇÌÏÈ  
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya.
Ayat tersebut di atas, cukup menginstruksi tajam sebagai pedoman permainan hukum bagi hakim maupun advokat.

3. An-Nahl ayat 125
äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
serulah (manusia) kepada jalanTuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.

Dengan demikian, seorang secara tidak langsung kode etik seorang advokat juga diatur dalam ayat ini, karena mengisyaratkan kepada kita semua agar berlaku lemah lembut, dan mencintai perdamaian.

4. Thaha ayat 29 - 33
@yèô_$#ur Ík< #\ƒÎur ô`ÏiB Í?÷dr& ÇËÒÈ   tbr㍻yd ÓŁr& ÇÌÉÈ   ÷Šßô©$# ÿ¾ÏmÎ/ Íør& ÇÌÊÈ   çmø.ÎŽõ°r&ur þÎû ̍øBr& ÇÌËÈ   ös1 y7ysÎm7|¡èS #ZŽÏVx. ÇÌÌÈ  
Dan Jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah dengan Dia kekuatanku, dan jadikankanlah Dia sekutu dalam urusanku, supaya Kami banyak bertasbih kepada Engkau,
Ayat yang artinya ”dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku” mengisyaratkan pada masa Nabi Daud dan Harun telah ada yang namanya meminta bantuan, yaitu Nabi Daud meminta kepada Allah akan bantuan atau meminta  jadikan Nabi Harun sebagai teman dalam berdakwah.
Jika kita tarik ke masa kini, maka seorang klien yang meminta bantuan atau sekutu kepada seorang advokat dalam menyelesaikan sengketanya, juga sejalan dengan firman Allah di atas.

5. An-Nahl ayat 90
* ¨bÎ) ©!$# ããBù'tƒ ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç!$tGƒÎ)ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztƒur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍x6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏètƒ öNà6¯=yès9 šcr㍩.xs? ÇÒÉÈ  
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, member kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia member pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
Keadilan sudah merupakan kewajiban seorang advokat islam. Adapun larangan Allah untuk berbuat keji, kemungkaran dan permusuhan itu menjadi image bagi seorang advokat. Karena jika seorang advokat berlaku keji dan permusuhan maka wibawanya akan jatuh di mata masyarakat.[10]

C.     Prospek Serta Tantangan Bagi Advokat Syariah
1.      Peluang
Secara normatif alumnus Fakultas Syariah mempunyai peluang untuk menjadi advokat berdasarkan ketentuan dalam UU Advokat No. 18 tahun 2003. Sesungguhnya peluang itu sudah ada sejak tahun 1998 melalui SEMA No. 1 tahun 1998, dimana sarjana Syariah diberi hak yang sama dengan sarjana hukum untuk mengikuti seleksi menjadi pengacara praktek. Bahkan ketika diadakan test advokat secara nasional oleh MA bekerjasama dengan KKAI pada April 2002, alumni Fakultas Syariah yang lulus seleksi diberi hak dan kewenangan yang sama, yaitu diberi ijin praktek di semua lingkungan peradilan. Maka mulailah babak baru bagi para sarjana Syariah untuk meniti profesi hukum sebagai advokat.
Setelah RUU advokat disahkan, maka posisi advokat Syariah semakin kokoh dengan kesetaraan kedudukan advokat dengan unsur penegak hukum lain seperti polisi, hakim dan jaksa. Bahkan dalam menjalankan profesinya, advokat dilindungi oleh hak imunitas, dimana advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara dalam sidang. Pasal 16 menjamin advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya di pengadilan. Sementara pasal 15 mengatur kekebalan advokat dalam membela kepentingan di luar pengadilan.[11]
Selain itu, banyak peluang lain yang menuntut peran sarjana syariah selain dalam lingkup PA, misalnya konsultan hukum perbankan syariah, idb dan lain – lain. Oleh karena itu sarjana syariah perlu mempertegas identitasnya. Selain itu mereka juga harus mengasah kompetensi serta knowledge terutama skill. Disamping itu juga harus diisi dengan jiwa entrepreneurship yang mengharuskannya mempunyai mental tidak takut salah kketika berjuang menegakkan hukum.[12]

2.      Tantangan
Selain mempunyai peluang yang sangat luas, advokat syariah juga memiliki tantangan yang tidak sedikit. Tantangan tersebut ada dalam diri, komunitas advokat, sistem hukum, serta kemajuan teknologi yang menjadi fenomena sosial. Apabila dirinci, maka tantangan tersebut antara lain :
-          Kurangnya respon dan minat alumnus Fakultas Syariah untuk menjadi advokat. Hal tersebut antara lain disebabkan penghasilan advokat yang tidak pasti sebagaimana PNS.
-          Image masyarakat yang menganggap alumnus Fakultas Syariah tidak menguasai ilmu hukum positif. Mereka beranggapan bahwa alumnus Fakultas Syariah hanya mengetahui fiqh atau hanya bisa ceramah. Oleh karena itu, advokat syariah harus mampu menjawab keraguan tersebut dengan cara menunjukkan eksistensinya sebagai seorang advokat yang profesional, pengabdi hukum yang tidak selalu mengedepankan dirinya sendiri, tetapi lebih berorientasi pada pengabdian dan perlindungan kepada masyarakat.
-          Menurut UU, calon advokat harus menempuh ujian yang diselenggarakan oleh organisasi advokat yang tentu saja mempunyai bobot yang sama bagi alumnus fakultas hukum maupun fakultas syariah. Oleh karena itu kualitas pengetahuan mereka harus sama dengan kualitas pengetahuan alumnus fakultas hukum.
-          Organisasi APSI tidak begitu kuat, baik dari finansial maupun anggota. Oleh karena itu, berat bagi APSI untuk bersaing dengan organisasi lain yang tidak berasal dari Fakultas Syariah yang tentu masih memandang rendah Fakultas Syariah.
-          Pengurus APSI sebagian besar adalah dosen atau pegawai. Sementara itu, seorang advokat tidak boleh merangkap menjadi pegawai.
-          Calon advokat harus magang terlebih dahulu untuk dapat diangkat menjadi advokat, padahal tidak semua UIN/IAIN/STAIN memiliki lembaga bantuan hukum
-          Fenomena perkembangan teknologi memaksa penegak hukum mempergunakan kemajuan teknologi baru dalam menegakkan hukum. Fenomena tersebut mempertegas kepada para advokat untuk memahami seluk beluk tingkah laku yang berlangsung di dunia cyber. Keharusan paham dunia cyber ini merupakan syarat bagi advokat untuk menangani klien yang berurusan dengan perkara yang menyangkut cyber.[13]

3.      Prospek
Dengan lahirnya UU Advokat, maka peran advokat di Indonesia semakin menduduki posisi strategis. Profesi advokat juga menjadi tumpuan masyarakat pencari keadilan. Kehadiran UU tersebut selain memberikan legitimasi juga akan memberikan rambu – rambu sebagai bentuk control agar tanggung jawab dan perilaku advokat yang merupakan pekerjaan terhormat (officium nobile) tidak mengecewakan. Selain itu advokat juga adalah salah satu “catur wangsa penegak hukum” yang dituntut berlaku adil dalam masyarakat dalam rangka penegakan hukum dalam kerangka supremasi hukum.
Sebagai profesi yang terhormat, advokat harus mengabdi kepada bangsa dan negara melalui kegiatan bantuan hukum dan pelayanan hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Advokat dituntut berani, jujur, adil serta bertanggungjawab demi tegaknya hukum dan keadilan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.[14]

    II.            KESIMPULAN
Advokat syariah adalah advokat yang mempunyai latarbelakang pendidikan dari Fakultas Syariah. Tidak ada ayat Al Quran yang menjelaskan secara eksplisit tentang profesi advokat, akan tetapi profesi advokat dapat di qiyaskan dengan profesi pembela keadilan dan sebagainya sebagaimana tercantum dalam surat Shadd  26, maupun An Nahl ayat 90.
Tantangan bagi profesi advokat syariah ada dalam diri, komunitas advokat, sistem hukum, serta kemajuan teknologi yang menjadi fenomena sosial. Seorang advokat harus mampu mengatasi semua tantangan itu sehingga masyarakat akan mengakui kemampuan seorang advokat syariah. Dengan lahirnya UU Advokat, maka peran advokat di Indonesia semakin menduduki posisi strategis. Profesi advokat juga menjadi tumpuan masyarakat pencari keadilan. Kehadiran UU tersebut selain memberikan legitimasi juga akan memberikan rambu – rambu sebagai bentuk control agar tanggung jawab dab perilaku advokat yang merupakan pekerjaan terhormat (officium nobile) tidak mengecewakan.


[1]Ishaq, Pendidikan Keadvokatan, Jakarta : Sinar Grafika, 2012, Hal. 2-3.
[2]Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat.
[3]Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama Dalam Kerangka Fiqh Al Qadha, Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2012, Hal. 111.
[4]Http://Ebsoft.Web.Id, Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline V1.1.
[5]Reglement Op De Rechterlijke Organisatie En Het Beleid De Justitie In Indonesie
[6]Achmad Gunaryo, Pergumulan Politik Dan Hukum Islam Reposisi Peradilan Agama dari Pengadilan “Puouk Bawang” Menuju Peradilan Sesungguhnya, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006, Hal. 299-302.
[7]Achmad Gunaryo, Pergumulan Politik Dan Hukum Islam Reposisi Peradilan Agama dari Pengadilan “Puouk Bawang” Menuju Peradilan Sesungguhnya, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006, Hal. 304.
[8]Sarjana syariah masuk secara eksplisit dalam pasal 2 ayat 1 dan penjelasannya  : yang dapat diangkat sebagai advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi advokat yang dilaksanakan oleh organisasi advokat. Yang dimaksud dengan berlatar belakang  pendidikan tinggi hukum adalah lulusan Fakultas Hukum, Syari’ah, Perguruan Tinggi Militer, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.
[9]Ridwan Lubis,Edt., Peradilan Satu Atap Dan Profesi Advokat Implikasi Dan Tantangan Bagi Fakultas Syariah, Jakarta : Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005, Hal. 154.
[10]Http://Nahdhayatullah.Blogspot.Com/2011/03/Advokat-Dalam-Islam.Html, Diakses Pada Selasa, 7 Oktober  2014, 11 : 41 WIB
[11]Ridwan Lubis,Edt., Peradilan Satu Atap Dan Profesi Advokat Implikasi Dan Tantangan Bagi Fakultas Syariah, Jakarta : Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005,Hal. 156 – 157.
[12]Ridwan Lubis,Edt., Peradilan Satu Atap Dan Profesi Advokat Implikasi Dan Tantangan Bagi Fakultas Syariah, Jakarta : Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005, Hal. 172 dan 180.
[13]Ridwan Lubis,Edt., Peradilan Satu Atap Dan Profesi Advokat Implikasi Dan Tantangan Bagi Fakultas Syariah, Jakarta : Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005, Hal. 138-139, 158 Dan  173 – 174.
[14]Ridwan Lubis,Edt., Peradilan Satu Atap Dan Profesi Advokat Implikasi Dan Tantangan Bagi Fakultas Syariah, Jakarta : Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005, Hal. 159-160.

Komentar

AhmadSuharto mengatakan…
Bagus tulisannya...
saya saat ini berada di Malang... apakah ada diklat advokat yg diadakan di malang....
kabari saya 0822 3349 9885

Postingan populer dari blog ini

ringkasan Nahwu

kaidah ghoiru asasiyah

AKHLAK TERHADAP TEMAN SEBAYA