Konsep Maqashid Al-Syari’ah Modern
Dalam rangka menjawab problematika Fiqih kontemporer
dengan semangat bahwa Islam Shalihun likulli zaman wa makan,
mempertimbangkan pendekatan Maqashid Al Syariah sebagai sistem hukum merupakan
suatu keniscayaan. Sebab tantangan hukum Islam bukan saja terkait
internal umat Islam itu sendiri, melainkan sejauh mana ajaran Islam mampu
memberikan kontribusi pada peradaban modern. Pendekatan Maqashid Al Syariah
adalah pendekatan teori fiqih yang bersifat holistic (Kulliyun) dan
tidak membatasi pada teks ataupun hukum parsialnya. Namun lebih mengacu pada
prinsip-prinsip tujuan universal.
Pendekatan
menggunakan Maqashid al Syariah dapat mengatasi berbagai perbedaan, seperi gap
antara sunni dan syiah ataupun gap politik umat Islam. Pendekatan Maqashid
hendaknya dijadikan sebagai tujuan pokok dari semua dasar metodologi linguistik
dan rasional dalam Ijtihad, terlepas dari berbagai varian metode dan
pendekatanya. Karena, merealisasikan Maqashid yang dijadikan sebagai sistem, pendekatannya
akan dapat mencapai keterbukaan, pembaharuan, realistis dan fleksibel dalam
sistem Fiqih.[1]
Ilmu Maqasid
al-Syari’ah merupakan perangkat penting bagi seorang mujtahid yang selalu
memiliki ketersinggungan dengan permasalahan hukum terutapa permasalahan
kontemporer, karena perangkat ini (ilmu Maqasid al-Syari’ah) mampu
menghubungkan teks-teks masa lampau dengan permasalahan yang sedang dihadapi
sekarang sehingga fikih islam akan terlihat lebih fleksibel usaha
merelevansikan ajaran islam dengan zaman sekarang. Begitu juga sebaliknya bagi
seorang mujtahid yang mengabaikan ilmu Maqasid al-Syari’ah maka apabila
berfatwa atau mengambil istinbat hukum akan terlihat bahwa ajaran islam kurang
luwes dalam mengikuti zaman, hukum islam tidak bisa memberikan inspirasi
terhadap perkembangan zaman dan bahkan ajaran atau hukum islam menjadi
penghambat dari perkembangan.
Paradigma Maqasid al-Syari’ah mengalami pergeseran secara formatnya luarnya saja akan tetapi essensi dari pesan syari’ah masih tetap. Pergeseran bentuk Maqasid al-Syari’ah ini terpengaruh dengan yang namanya konsep ruang dan waktu, atau lebih jelasnya terjadinya perubahan zaman yang dipengaruhi faktor pengetahuan dan teknologi sehingga mempengaruhi pola dan cara berfikir manusia pada zamannya masing-masing, perubahan ini yang melatarbelakangi pentingnya kita merubah metode berfikir lama menjadi metode baru (metode ilmu usul fikih menuju ilmu Maqasid al-Syari’ah) sedangkan yang menjadi alasan kuat kenapa kita harus melakukan pergeseran metode berfikir (dari usul fikih menuju Maqasid al-Syari’ah) karena sekarang kita hudup di masyarakat yang majemuk (plural) sudah tidak cocok lagi menggunakan perangkat usul fikih yang lahir di tengah-tengah masyarakat monokultur. Sedangkan pergeseran essensi dari pesan syari’ah pada awal islam lebih mengkampanyekan istilah Rahmatan lil alamin, kemudian muncul istilah Dzaruriyah, Hajiyah dan Tahsiniyah, sering dengan perkembangan zaman dan pengetahuan istilah tersebut meningkat menjadi kuliyah al-Khamsah, pada masa sekarang atau era-modern meningkat menjadi lebih luas sehingga pesannya lebih universal mulcul istilah adil atau keadilan, manusiawi atau kemanusiaan dan demokratis. dari sejarah paradigma Maqasid al-Syari’ah kita dapat pelajaran bahwa pengetahuan besifat dinamis dan tidak absolute karena adanya pengaruh perubahan ruang dan waktu (taghayur bi taghoyuri ahwal wal azminah).[2]
Maqasid al-Syari’ah adalah tujuan utama (nilai universal) yang akan dicapai dari ketetapan hukum baik secara umum maupun secara khusus. Mengkaji teori maqasid tidak dapat dipisahkan dari pembahasan tentang maslahah yang dibagi menjadi tiga bagian yang berurutan secara hierarkis, pertama al-dharuriyyat (primer), al-khajiyyat (sekunder) dan al-takhsiniyyat (tersier).
Paradigma Maqashid Syariah di era modern telah bergeser dari paradigma maqasid Syariah klasik, dimana paradigma klasik adalah protection (perlindungan) dan preservation (penjagaan, pelestarian) bergeser ke dalam paradigma baru yang lebih menekankan development (pembangunan, pengembangan) dan human right (hak-hak manusia). Konsep maqasid Syariah modern tidak hanya terbatas pada kemashlahatan individu, namun juga harus memperhatikan kemashlahatan umat. Selain itu konsep tentang alkulliyatul khomsah tidak hanya dibaca sebagai penjagaan terhadap lima hal tersebut (agama, jiwa, akal, keturunan/harga diri, dan harta) namun dimaknai lebih luas. Setiap penggalian hokum harus bersumber langsung dari nash serta dengan memperhatikan tujuan syari dalam menetapkan suatu hukum (maqasid syariah) yaitu untuk kemashlahatan manusia.
Komentar