Teknis Pemanggilan Para Pihak dalam Berperkara di Pengadilan AGama
Dalam buku II disebutkan tentang teknis
pemanggilan para pihak, yaitu :
1. Atas perintah
Ketua Majelis, Jurusita / Jurusita Pengganti melakukan pemanggilan terhadap
para pihak atau kuasanya secara resmi dan patut.
2. Apabila para
pihak tidak dapat ditemui di tempat tinggalnya, maka surat panggilan diserahkan
kepada Lurah / Kepala Desa dengan mencatat nama penerima dan ditandatangani oleh
penerima, untuk diteruskan kepada yang bersangkutan.
3. Tenggang waktu
antara panggilan para pihak dengan hari sidang minimal 3 (tiga) hari kerja.
4. Pemanggilan
terhadap para pihak yang berada di luar yurisdiksi dilaksanakan dengan meminta
bantuan Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah dimana para pihak berada dan
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah yang diminta bantuan tersebut harus segera
mengirim relaas kepada Pengadilan
Agama / Mahkamah Syar'iyah yang meminta bantuan.
5. Surat
panggilan kepada Tergugat untuk sidang pertama harus dilampiri salinan surat
gugatan. Jurusita / Jurusita Pengganti harus memberitahukan kepada pihak
Tergugat bahwa ia boleh mengajukan jawaban secara lisan / tertulis yang
diajukan dalam sidang.
6. Penyampaian
salinan gugatan dan pemberitahuan bahwa Tergugat dapat mengajukan jawaban lisan
/ tertulis tersebut harus ditulis dalam relaas
panggilan.
7. Apabila tempat
kediaman pihak yang dipanggil tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat
kediaman yang jelas di Indonesia, maka pemanggilannya dilaksanakan melalui Bupati
/ Walikota setempat dengan cara menempelkan surat panggilan pada papan
pengumuman Pengadilan Agama /Mahkamah Syar'iyah. (Pasal 390 ayat (3) HIR /
Pasal 718 ayat (3) RBg).
8. Dalam hal yang
dipanggil meninggal dunia, maka panggilan disampaikan kepada ahli warisnya.
Jika ahli warisnya tidak dikenal atau tidak diketahui tempat tinggalnya, maka panggilan
dilaksanakan melalui Kepala Desa / Lurah. (Pasal 390 ayat (2) HIR / Pasal 718
ayat (2) RBg).
9. Pemanggilan
dalam perkara perkawinan dan Tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya (ghaib), pemanggilan dilaksanakan :
a) Melalui satu
atau beberapa surat kabar atau media massa lainnya yang ditetapkan oleh Ketua
Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah.
b) Pengumuman
melalui surat kabar atau media massa sebagaimana tersebut di atas harus
dilaksanakan sebanyak dua kali dengan tenggang waktu antara pengumuman pertama
dan kedua selama satu bulan. Tenggang
waktu antara panggilan terakhir dengan persidangan ditetapkan
sekurang-kurangnya tiga bulan.
c) Pemberitahuan
(PBT) isi putusan ditempel pada papan pengumuman Pengadilan Agama / Mahkamah Syar'iyah
selama 14 (empat belas) hari.
10. Pemanggilan
terhadap Tergugat / Termohon yang berada di luar negeri harus dikirim melalui
Departemen Luar Negeri cq. Dirjen Protokol dan Konsuler Departemen Luar Negeri dengan
tembusan disampaikan kepada Kedutaan Besar Indonesia di negara yang
bersangkutan.
11. Permohonan
pemanggilan sebagaimana tersebut pada angka (10) tidak perlu dilampiri surang
panggilan, tetapi permohonan tersebut dibuat tersendiri yang sekaligus berfungsi
sebagai surat panggilan (relaas).
Meskipun surat panggilan (relaas) itu
tidak kembali atau tidak dikembalikan oleh Direktorat Jenderal Protokol dan
Konsuler Departemen Luar Negeri, panggilan tersebut sudah dianggap sah, resmi dan
patut (Surat Edaran Mahkamah Agung kepada Ketua Pengadilan Agama Batam Nomor : 055/75/91/I/UMTU/Pdt./1991
tanggal 11 Mei 1991).
12. Tenggang waktu
antara pemanggilan dengan persidangan sebagaimana tersebut dalam angka (10) dan
(11) sekurangkurangnya 6 (enam) bulan sejak surat permohonan pemanggilan
dikirimkan
Komentar