Syarat Saksi dalam Pengadilan


Pasal 145 Herzien Indonesis Reglement (HIR), berbunyi:
“Sebagai saksi tidak dapat didengar:
1.    keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak menurut keturunan yang lurus.
2.    istri atau laki dari salah satu pihak, meskipun sudah ada perceraian;
3.    anak-anak yang tidak diketahui benar apa sudah cukup umurnya lima belas tahun;
4.    orang, gila, meskipun ia terkadang-kadang mempunyai ingatan terang”.
Penjelasan Pasal 145 HIR mengatakan: “Mengenai orang-orang yang disebutkan dalam, sub. 1 dan 2 di atas (keluarga), sebabnya mereka itu tidak sanggup menjadi saksi Wali oleh karena mereka itu tidak dapat dianggap tanpa memihak, sehingga keterangannya dengan demikian tidak dapat dipercaya.”
Dari ketentuan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya orang yang dihadirkan menjadi saksi tidak boleh berasal dari keluarga. Akan tetapi terdapat pengecualian terhadap perkara perceraian. Dasar hukum keluarga dapat menjadi saksi diatur secara khusus dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menyatakan:
(1) Apabila gugatan perceraian di dasarkan atas alasan syiqaq, maka untuk mendapatkan putusan perceraian harus di dengar keterangan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang yang dekat dengan suami isteri
(2) Pengadilan setelah mendengar keterangan saksi tentang sifat persengketaan antara suami isteri dapat mengangkat seorang atau lebih dari keluarga masing masing pihak ataupun orang lain untuk menjadi hakam.
Pasal 22 PP 9/1975 menyatakan:
(1) Gugatan perceraian karena alasan tersebut dalam Pasal 19 huruf f, diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman tergugat.
(2) Gugatan tersebut dalam ayat (1) dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi Pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelahmendengar pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami-isteri itu.
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2015 menyatakan:
“Penyelesaian perkara perceraian dengan alasan syiqaq menurut Pasal 76 Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009, sejak awal diajukan harus berdasarkan alasan syiqaq.Oleh karena itu keluarga wajib dijadikan saksi di bawah sumpah.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ringkasan Nahwu

kaidah ghoiru asasiyah

AKHLAK TERHADAP TEMAN SEBAYA