PELAYANAN TERPADU SATU PINTU PERADILAN AGAMA
PENDAHULUAN
Perubahan
orientasi pelayanan sebagai wujud perbaikan kualitas pelayanan memerlukan perbaikan
kualitas pelayanan secara berkesinambungan demi terwujudnya pelayanan publik
yang prima. Dengan berlandaskan pemikiran terhadap permasalahan yang dihadapi
oleh masyarakat sebagai pengguna layanan merupakan upaya untuk memperbaiki
berbagai kelemahan dan mengantisipasi kekurangan terhadap kualitas layanan publik.
Oleh karena itu, Pemerintah membentuk lembaga Pelayanan Terpadu Satu Pintu dengan
Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan kepastian
hukum kepada masyarakat, memperpendek proses pelayanan, mewujudkan proses
pelayanan yang cepat, mudah, murah, transparan, pasti dan terjangkau[1]
serta mendekatkan dan memberikan pelayanan yang lebih luas kepada masyarakat.
Sebuah pelayanan
publik bisa dikatakan efektif jika sesuai dengan sasaran dan tujuan penyelenggaraan
pelayanan publik tersebut yaitu kepuasan masyarakat. Dengan tujuan dan sasaran yang tepat,
penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dapat tercapai efektivitasnya.
Efektivitas Pelayanan Terpadu Satu Pintu dapat tercapai apabila telah sesuai
dengan tujuan dan sasaran lembaga dengan melaksanakan pekerjaan dengan benar.[2]
Berdasarkan
Surat Keputusan Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor
1403.b/DJA/SK/OT.01.3/8/2018 tentang Pedoman Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) dan Surat Edaran Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor
1946/DJA/OT.01.3/VIII/2018 tentang Penilaian PTSP di Lingkungan Peradilan
Agama, seluruh Pengadilan Agama baik tingkat pertama maupun tingkat banding
diperintahkan untuk membuat dan mengimplementasikan PTSP.
Ketentuan Umum
Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Pelayanan
Terpadu Satu Pintu di lingkungan Peradilan Agama diatur dalam Keputusan
Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
1403.b/DJA/SK/OT.01.3/8/2018 tentang Pedoman Pelayanan Terpadu Satu Pintu di
Lingkungan Peradilan Agama yang menjadi standar baku penyelenggaraan PTSP di
Lingkungan Peradilan Agama. Dalam Pedoman tersebut disebutkan bahwa Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) adalah pelayanan administrasi peradilan secara
terintegrasi dalam satu kesatuan proses yang dimulai dari tahap permohonan
informasi, pengaduan, pendaftaran perkara, pembayaran dan pengembalian panjar
biaya perkara, hingga penyerahan/pengambilan produk Pengadilan melalui satu
pintu. PTSP dibentuk dan dioperasikan dengan tujuan mewujudkan proses peradilan
yang sederhana, cepat dan biaya ringan, memberikan pelayanan administrasi yang
mudah, pasti, terukur dan bebas dari korupsi kepada Pengguna Layanan, serta
menjaga independensi dan imparsialitas aparatur Pengadilan
PTSP
diselenggarakan dengan prinsip integrasi, koordinasi, efisiensi, efektifitas,
aksesibilitas, transparansi dan akuntabilitas. PTSP diselenggarakan oleh Tim
Pengelola PTSP yang mempunyai tugas sebagaimana diuraikan dalam Keputusan
Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama tentang Pedoman Pelayanan Terpadu Satu
Pintu di Lingkungan Peradilan Agama terdiri atas :
a.
Pengarah PTSP
yang dijabat oleh Ketua Pengadilan
b.
Penanggungjawab
PTSP yang dijabat oleh Panitera dan Sekretaris
c.
Pelaksana PTSP
yang dijabat oleh seluruh Panitera Muda dan Kepala Bagian/Kepala Subbagian
d.
Petugas PTSP
yang dijabat oleh pegawai – pegawai yang dinilai cakap dan mampu
Adapun layanan
yang diberikan PTSP terdiri dari layanan pokok dan layanan penunjang. Layanan
pokok PTSP meliputi permohonan informasi, pendaftaran perkara, pembayaran
biaya, penyerahan produk pengadilan dan pengajuan keluhan/pengaduan. Semua
layanan pokok tersebut dilaksanakan oleh petugas PTSP. Sedangkan layanan
penunjang PTSP dilakukan oleh Penyedia Jasa Eksternal yang meliputi pemberian
bantuan hukum, penyetoran panjar biaya perkara, pembelian materai dan legalisir
serta layanan penunjang lainnya. Penyedia Jasa Eksternal tersebut terdiri dari
posbakum, bank, PT POS dan pihak lainnya yang telah mengadakan kerja sama
secara resmi dengan Pengadilan. Setiap layanan pada PTSP dilaksanakan
berdasarkan prosedur baku (Standard
Operating Procedure) dan harus dipasang di area pelayanan Pengadilan dan di
situs resmi Pengadilan. PTSP beroperasi sesuai dengan hari dan jam kerja
Pengadilan.
Berdasarkan
pedoman tersebut juga disebutkan bahwa fasilitas PTSP harus diletakkan ditempat
yang strategis, mudah diakses, berada dalam satu ruangan dengan ruang tunggu
serta sedapat mungkin diintegrasikan dengan layanan posbakum, bank, PT POS dan
layanan dari Penyedia Jasa Eksternal lainnya. Desain fasilitas PTSP tersebut
disesuaikan dengan komposisi petugas dan jenis pelayanan yang diberikan.
Fasilitas PTSP harus dapat digunakan untuk layanan informasi/pengaduan,
pendaftaran perkara, pembayaran perkara serta penyerahan produk pengadilan. Fasilitas
PTSP juga dilengkapi dengan meja terintegrasi, kursi untuk petugas dan pengguna
layanan, komputer yang terhubung deengan SIPP dan aplikasi pendukung lainnya, printer sekaligus scanner, alat tulis kantor, telepon/faksimili, buku register,
jurnal, ekspedisi dan buku kerja lainnya, brosur, pamfleat, banner, nama dan
foto petugas PTSP. PTSP juga dilengkapi dengan sarana penunjang antara lain
mesin antrian, TV media center, CCTV dan sarana penunjang lainnya. Biaya pembentukan
dan pengoperasian PTSP tersebut dibebankan kepada anggaran masing-masing
Pengadilan. Apabila anggaran pengadilan belum mencukupi, Pengadilan harus
mengajukan kepada unit kerja Mahkamah Agung bagian perencanaan dan anggaran.
Pengoperasian
PTSP dilakukan evaluasi secara berkala tiap tiga bulan oleh hakim dan hakim
tinggi dan hasil evaluasi tersebut diserahkan kepada pimpinan Pengadilan. Hasil
evaluasi tersebut sekurang-kurangnya memuat kondisi PTSP saat ini, kondisi PTSP
yang diharapkan serta kesimpulan dan rekomendasi. Laporan penyelenggaraan PTSP
dibuat secara periodik dan berjenjang. Petugas PTSP membuat dan menyerahkan
laporan penyelenggaraan PTSP kepada penanggungjawab PTSP tiap bulan yang
sekurang-kurangnya merinci jumlah pengguna layanan, jenis-jenis layanan yang
diberikan dan kendala-kendala yang dihadapi. Pengadilan Tingkat Pertama membuat
dan mengirim laporan kepada Pengadilan Tingkat Banding setiap bulan, kemudian
Pengadilan Tingkat Banding membuat dan mengirim laporan kepada Direktorat Jenderal
Badan Peradilan Agama setiap tiga bulan.[3]
[1] Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu
[2] Leny
Ismayanti, Efektivitas Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu Di Kabupaten Malang, JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Vol. 4 No. 2, 2015, hal. 292.
Satu Pintu Di Kabupaten Malang, JISIP: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Vol. 4 No. 2, 2015, hal. 292.
[3] Keputusan Direktur Jenderal
Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
1403.b/DJA/SK/OT.01.3/8/2018 tentang Pedoman Pelayanan Terpadu Satu Pintu di
Lingkungan Peradilan Agama, hal. 2 – 12.
Komentar