Konflik Sosial
I.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Konflik Sosial
Konflik dalam
kehidupan sosial berarti benturan kepentingan, keinginan, pendapat dan lain –
lain yang melibatkan dua pihak atau lebih.[1] Konflik
merupakan suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok)
dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan
menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Karl Marx melihat masyarakat
sebagai sebuah proses perkembangan yang akan menyudahi konflik melalui konflik.
Joyce Hocker
dan William Wilmot dalam bukunya Interpersonal Conflict mengartikan konflik
sebagai hal yang abnormal, dimana konflik hanyalah gangguan stabilitas yang
membutuhkan penanganan secepatnya.[2] P.
Wehr mengemukakan bahwa konflik adalah pertikaian yang tak terhindarkan dalam
setiap kelompok sosial.[3]
Sedangkan Webster
berpendapat bahwa konflik dalam bahasa aslinya berarti suatu perkelahian,
peperangan, atau perjuangan, yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak.
Dapat dikatakan bahwa konflik adalah perbedaan kepentingan atau suatu
kepercayaan bahwa aspirasi pihak – pihak yang berkonflik tidak dapat dicapai
secara simultan.[4]
B.
Sumber Konflik Sosial
Konflik yang
terjadi pada manusia bersumber pada berbagai macam sebab. Begitu beragamnya
sumber konflik yang terjadi antar manusia, sehingga sulit itu untuk
dideskripsikan secara jelas dan terperinci sumber dari konflik. Kadang sesuatu
yang sifatnya sepele bisa menjadi sumber konflik antara manusia. Konflik dilatar
belakangi oleh perbedaan ciri – ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi. Perbedaan – perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan dibawa
sertanya ciri – ciri individual dalam interaksi sosial, sehingga konflik
merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat
pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok
masyarakat lainnya. Konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya
masyarakat itu sendiri. Suatu konflik dapat terjadi karena beberapa alasan,
antara lain :
-
Perbedaan
pendapat
Suatu konflik yang terjadi karena perbedaan pendapat dimana
masing-masing pihak merasa dirinya benar, tidak ada yang mau mengakui
kesalahan, dan apabila perbedaan pendapat tersebut amat tajam maka dapat
menimbulkan rasa kurang enak, ketegangan dan sebagainya.
-
Salah
paham
Salah paham merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan
konflik. Misalnya tindakan dari seseorang yang tujuan sebenarnya baik tetapi
diterima sebaliknya oleh individu yang lain.
-
Ada
pihak yang dirugikan
Tindakan salah satu pihak mungkin dianggap merugikan yang lain atau
masing-masing pihak merasa dirugikan pihak lain sehingga seseorang yang dirugikan
merasa kurang enak, kurang senang atau bahkan membenci.
-
Perasaan
sensitive
Seseorang yang terlalu perasa sehingga sering menyalah artikan
tindakan orang lain.[5]
C.
Faktor – Faktor Pemicu Konflik Sosial
Faktor penyebab
terjadinya konflik antar kelompok sosial antara lain sebagai berikut :
a.
Adanya
perbedaan antar kelompok sosial, baik secara fisik maupun mental, atau
perbedaan kemampuan, pendirian, dan perasaan sehingga menimbulkan pertikaian
atau bentrokan di antara mereka.
b.
Perbedaan
pola kebudayaan seperti perbedaan adat istiadat, suku bangsa, agama, paham
politik, pandangan hidup, dan budaya darah sehingga mendorong timbulnya
persaingan dan pertentangan, bahkan bentrokan di antara anggota kelompok sosial
tersebut.
c.
Perbedaan
mayoritas dan minoritas yang dapat menimbulkan kesenjangan sosial di antara
kelompok sosial tersebut.
d.
Perbedaan
kepentingan antar kelompok sosial, seperti perbedaan kepentingan politik,
ekonomi, sosial, budaya, agama, dan sejenisnya merupakan faktor penyebab
timbulnya konflik.
e.
Perbedaan
individu. Biasanya perbedaan individu yang menjadi sumber konflik adalah
perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang memiliki
pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan
pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat
menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial,
seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
f.
Perbedaan
latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan
pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya
akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat menghasilkan konflik.
g.
Perbedaan
kepentingan antara individu atau kelompok.
h.
Perubahan-perubahan
nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat Perubahan adalah sesuatu yang
lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau
bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial.[6]
Selain dari faktor - faktor penyebab konflik di atas, ada juga
beberapa faktor penyebab terjadinya konflik antar kelompok sosial, yang antara
lain adalah sebagai berikut :
-
Konflik
antar kelas sosial
Konflik
antar kelas sosial sering kali terjadi antara kelas sosial atas dan bawah.
Konflik ini terjadi karena perbedaan kepentingan antara dua golongan yang ada.
-
Konflik
antar umat beragama
Dalam
masyarakat Indonesia, ada beberapa kelompok yang menganut agama yang berbeda –
beda dan akan membawa perbedaan dalam kehidupan sehari – hari. Adanya
perbedaan- perbedaan tersebut, jika dijadikan masalah akan menimbulkan konflik
antara pemeluk agama yang satu dengan yang lain.
-
Konflik
antar kelompok suku bangsa
Dalam kehidupan masyrakat multikultural seperti Indonesia, antara
kelompok suku bangsa yang satu dan suku bangsa yang lain terdapat perbedaan -
perbedaan yang khas. Perbedaan tersebut, sering kali dapat menjadi pemicu
timbulnya konflik antar kelompok suku bangsa. Perbedaan ini disebabkan oleh
faktor-faktor antara lain sebagai berikut :
i.
Hukum
adat dan garis kekerabatan yang berbeda.
Adanya sitem kekerabatan matrilineal, parilineal, dan parental
dalam kelompok - kelompok suku bangsa, memiliki pengaruh yang luas dalam hal
tata cara perkawinan, hak menggunakan marga, hak mengatur ekonomi rumah tangga,
dan warisan.
ii.
Latar
belakang sejarah yang berbeda
Akibat latar belakang sejarah yang berbeda akan menghasilkan keadaan
sosial budaya yang tidak sama. Adanya perbedaan ini berpengaruh pada tata
upacara ritual, adat perkawinan, gamelan, pakaian adat, dan tarian.
iii.
Wilayah
Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau
Penduduk yang terdapat di daerah terpencil jarang melakukan kontak
dengan daerah lain sehingga memiliki sifat dan karya seni budaya yang spesifik
dan unik.
iv.
Kebudayaan
geografis yang tidak sama
Keadaan letak geografis yang strategis akan mempengaruhi corak
ragam penduduk dan kebudayaan yang lebih kompleks jika dibandingkan dengan
kelompok masyarakat yang letaknya tidak strategis.
-
Konflik
antar kelompok Ras (Rasial)
Tiap – tiap kelompok ras pasti menyadari perbedaan-perbedaan dalam
kelompoknya, misalnya tabiat, tingkah laku, etika pergaulan, dan ciri – ciri
fisik (warna kulit, warna mata,warna dan bentuk rambut, serta bentuk hidung).
Adanya perbedaan tersebut menyebabkan antara kelompok ras satu dan kelompok ras
yang lainnya terjadi pertentangan.[7]
D.
Proses Konflik Sosial
Menurut Robbins,
proses konflik terdiri dari lima tahap, yaitu:
·
Oposisi
atau ketidakcocokan potensial.
Oposisi
atau ketidakcocokan potensial adalah adanya kondisi yang menciptakan kesempatan
untuk munculnya konflik. Kondisi ini tidak perlu langsung mengarah ke konflik, tetapi
salah satu kondisi itu perlu jika konflik itu harus muncul. Kondisi tersebut
dikelompokkan dalam kategori: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.
Komunikasi yang buruk merupakan alasan utama dari konflik, selain itu
masalah-masalah dalam proses komunikasi berperan dalam menghalangi kolaborasi
dan merangsang kesalahpahaman.
Struktur
juga bisa menjadi titik awal dari konflik. Struktur dalam hal ini meliputi:
ukuran, derajat spesialisasi dalam tugas yang diberikan kepada anggota
kelompok, kejelasan jurisdiksi, kecocokan anggota tujuan, gaya kepemimpinan,
sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok-kelompok. Variabel
pribadi juga bisa menjadi titik awal dari konflik. Karakter pribadi yang
mencakup sistem nilai individual tiap orang dan karakteristik kepribadian,
serta perbedaan individual bisa menjadi titik awal dari konflik.
·
Kognisi
dan personalisasi.
Kognisi
dan personalisasi adalah persepsi dari salah satu pihak atau masing-masing
pihak terhadap konflik yang sedang dihadapi. Kesadaran oleh satu pihak atau
lebih akan eksistensi kondisi-kondisi, menciptakan kesempatan untuk timbulnya
konflik. Bilamana hal ini terjadi dan berlanjut pada pelibatan emosional dalam
suatu konflik maka akan menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi dan pemusuhan.
·
Maksud.
Maksud
adalah keputusan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu dari pihak-pihak
yang berkonflik. Maksud dari pihak yang berkonflik ini akan tercermin atau
terwujud dalam perilaku, walaupun tidak selalu konsisten. Maksud dalam
penanganan suatu konflik ada lima, yaitu:
-
Bersaing,
tegas dan tidak kooperatif, yaitu suatu hasrat untuk memuaskan kepentingan
seseorang atau diri sendiri, tidak peduli dampaknya terhadap pihak lain dalam
suatu episode konflik.
-
Berkolaborasi,
bila pihak-pihak yang berkonflik masing-masing berhasrat untuk memenuhi
sepenuhnya kepentingan dari semua pihak, kooperatif dan pencaharian hasil yang
bermanfaat bagi semua pihak.
-
Menghindar,
bilamana salah satu dari pihak-pihak yang berkonflik mempunyai hasrat untuk
menarik diri, mengabaikan diri atau menekan suatu konflik.
-
Mengakomodasi,
bila satu pihak berusaha untuk memuaskan seorang lawan, atau kesediaan dari
salah satu pihak dalam suatu konflik untuk menaruh kepentingan lawannya diatas
kepentingannya.
-
Berkompromi,
adalah suatu situasi di mana masing-masing pihak dalam suatu konflik bersedia
untuk melepaskan atau mengurangi tuntutannya masing-masing.
·
Perilaku
Perilaku
mencakup pernyataan, tindakan, dan reaksi yang dibuat untuk menghancurkan pihak
lain, serangan fisik yang agresif, ancaman dan ultimatun, serangan verbal yang
tegas, pertanyaan atau tantangan terang-terangan terhadap pihak lain, dan
ketidaksepakatan atau salah paham kecil.
·
Hasil.
Hasil
adalah jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik dan menghasilkan konsekuensi.
Hasil bisa fungsional dalam arti konflik menghasilkan suatu perbaikan kinerja
kelompok, atau disfungsional dalam arti merintangi kinerja kelompok.oleh
pihak-pihak yang berkonflik.[8]
E.
Penanganan Konflik Sosial
Konflik yang
berkepanjangan selalu menyisakan ironi dan tragedi. Karena perasaan
masing-masing pihak adalah victim (korban) memicu dendam yang jika ada
kesempatan akan dibalaskan melalui jalan kekerasan pula. Pada masyarakat
multikultular, suatu konflik bisa diatasi dengan cara – cara seperti berikut[9] :
-
Sikap
tidak diskriminatif
Diskrimatif adalah perbedaan perlakuan terhadap sesama warga
negara. Berdasarkan pengertian tersebut, maka non-diskriminatif adalah yaitu
sikap tidak membedakan perlakuan terhadap semua warga negara. Dengan tidak membedakan
antara kelompok sosial tersebut, maka negara harus memberikan ruang gerak yang
sama untuk kelangsungan hidup kelompok – kelompok tersebut. Masing – masing
kelompok sosial mendapat jaminan hukum yang pasti.
-
Rasional
Rasional berarti pikiran sehat, cocok dengan akal, patut, dan layak.
Utnuk menghindari konflik antara kelompok sosial yang beraneka ragam, perlu
dikembangkan sikap yang masuk akal. Jangan menggunakan emosi atau perasaan
semata. Oleh karena itu, dalam kehidupan masyarakat multikultural selalu
dituntut untuk menyadari keanekaragaman yang dimiliki, sehingga jika akan
melakukan sesuatu perlu dipertimbangkan secara rasional.
-
Persaingan
yang sehat
Dalam masyarakat multikultural, adanya keanekaragaman kelompok
sosial pasti selalu muncul persaingan, baik yang bersifat positif maupun yang
negatif. Untuk itu, perlu diciptakan kondisi persaingan yang positif dan sehat.
Dengan adanya persaingan positif tersebut, kelompok yang satu akan belajar dari
kelompok yang lain dan akan timbul sikap saling menghormati antar kelompok.
-
Dialogis
Untuk mengatasi konflik antar kelompok sosial di dalam masyarakat
multikultural, diperlukan pendekatan antara kelompok yang satu dan kelompok
yang lain dengan cara dialog, sehingga perbedaan yang ada bisa saling
dimengerti dan dihormati. Perlu disadari, bahwa di dalam keanekaragaman
kelompok sosial terdapat pula keanekaragaman kepentingan. Adanya keanekaragaman
kepentingan perlu dibicarakan bersama antar kelompok satu dengan kelompok yang
lain sehingga akan tercapai kesepakatan yang menggantungkan kedua belah pihak.
Ada juga
beberapa cara yang dipakai masyarakat untuk memecahkan konflik yang terjadi,
yaitu[10] :
-
Contending (bertanding / gencatan senjata), yaitu menerapkan solusi yang
hanya disukai satu pihak saja.
-
Yielding ( mengalah), yaitu menurunkan aspirasi sendiri dan bersedia
menerima kurang dari yang sebetulnya.
-
Problem
solving ( pemecahan masalah) yaitu mencari
alternatif yang memuaskan aspirasi kedua belah pihak.
-
Withdrawing (menarik diri), yaitu memilih meninggalkan situasi konflik, baik
secara fisik maupun psikologis.
-
In-action (diam) yaitu tidak melakukan apapun.
Pola
penyelesaian konflik bila dipandang dari sudut menang – kalah pada masing – masing
pihak terdapat empat macam, yaitu :
-
Bentuk
kalah - kalah (menghindari konflik)
Bentuk pertama ini menjelaskan cara mengatasi konflik dengan
menghindari konflik dan mengabaikan masalah yang timbul. Atau bisa berarti
bahwa kedua belah pihak tidak sepakat untuk menyelesaikan konflik atau
menemukan kesepakatan untuk mengatasi konflik tersebut.
-
Bentuk
menang - kalah (persaingan)
Bentuk ini memastikan bahwa satu pihak memenangkan konflik dari
pihak lain. Biasanya kekuasaan atau pengaruh digunakan untuk memastikan bahwa
dalam konflik tersebut individu tersebut yang keluar sebagai pemenangnya. Gaya
penyelesaian konflik seperti ini sangat tidak mengenakkan bagi pihak yang
merasa terpaksa harus berada dalam posisi kalah.
-
Bentuk
kalah - menang (mengakomodasi)
Individu yang kalah dan pihak lain menang ini berarti individu berada
dalam posisi mengalah atau mengakomodasi kepentingan pihak lain. Gaya ini
digunakan untuk menghindari kesulitan atau masalah yang lebih besar. Gaya ini
juga merupakan upaya untuk mengurangi tingkat ketegangan akibat dari konflik
tersebut atau menciptakan perdamaian yang diinginkan.
-
Bentuk
menang - menang (kolaborasi)
Bentuk seperti ini disebut dengan gaya pengelolaan konflik
kolaborasi atau bekerja sama. Tujuannya adalah mengatasi konflik dengan
menciptakan penyelesaian melalui konsensus atau kesepakatan bersama yang
mengikat semua pihak yang bertikai.[11]
Komentar