kekuasaan kehakiman



I.                   PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kekuasaan Kehakiman
Sebagaimana disebutkan dalam Undang – Undang Dasar Republik Indonesia bahwa Indonesia adalah negara hukum. Salah satu ciri dari negara hukum adalah adanya pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. Upaya tersebut tidak berhenti hanya dengan adanya pemisahan antara kekuasaan Raja dan kekuasaan pendeta serta pemimpin gereja. Akan tetapi juga dilakukan dengan mengadakan pola – pola pembatasan di dalam pengelolaan internal kekuasaan negara ke dalam fungsi yang berbeda – beda. Montesquieu membagi kekuasaan tersebut dalam 3 cabang, yaitu kekuasaan legislatif (pembuat undang – undang), eksekutif (pelaksana) dan yudisial/yudikatif (kekuasaan untuk menghakimi).[1]
Kekuasaan kehakiman merupakan pilar ketiga dalam sistem kekuasaan negara modern dan sering disebut sebagai cabang kekuasaan yudikatif. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.[2] Kekuasaan yang merdeka ini mengandung arti bahwa kekuasaan pihak kekuasaan kehakiman tersebut bebas dari segala campur tangan atau pengaruh pihak kekuasaan ekstra yudisial.
Kemerdekaan kekuasaan kehakiman sebagaimana disebutkan dalam Undang – Undang No. 19 Tahun 1948 diatur dalam pasal 3, yaitu :
1.      Kekuasaan kehakiman dijalankan tidak memandang kedudukan dalam masyarakat dari pihak yang berperkara.
2.      Para hakim merdeka dalam melaksanakan kekuasaan kehakiman dan hanya tunduk kepada undang - undang.
3.      Pemegang kekuasaan pemerintah dilarang campur tangan dalam urusan kehakiman, kecuali dalam hal tersebut diatur dalam UUD.[3]

B.     Fungsi Kekuasaan Kehakiman Dalam Sistem Hukum Indonesia
Dalam Bab V pasal 38 (2) UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan fungsi  yang  berkaitan  dengan  kekuasaan  kehakiman meliputi:
a.    penyelidikan dan penyidikan;
Penyelidikan merupakan serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pelanggaran hukum guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Sedangkan Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang atau tidaknya pelanggaran hukum yang terjadi dan siapa tersangkanya.[4]
b.    penuntutan;
Penununtutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang ditentukan undang undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.[5]
c.    pelaksanaan putusan;
-          Pelaksanaan  putusan  pengadilan  dalam  perkara  pidana dilakukan oleh jaksa.
-          Pelaksanaan  putusan  pengadilan  dalam  perkara  perdata dilakukan  oleh  panitera  dan  juru sita dipimpin oleh ketua pengadilan.
d.    pemberian jasa hukum;
Setiap  orang  yang  tersangkut  perkara  berhak  memperoleh bantuan hukum. Yang  dimaksud  dengan  “bantuan  hukum”  adalah  pemberian  jasa hukum  (secara  cuma-cuma)  yang  meliputi  pemberian  konsultasi hukum,  menjalankan  kuasa,  mewakili,  mendampingi,  membela, melakukan  tindakan  hukum  lain  untuk  kepentingan  pencari keadilan (yang tidak mampu).
Negara  menanggung  biaya  perkara  bagi  pencari  keadilan yang tidak mampu. Yang  dimaksud  dengan  “pencari  keadilan  yang  tidak  mampu” adalah  orang  perseorangan  atau  sekelompok  orang  yang  secara ekonomis  tidak  mampu  yang  memerlukan  jasa  hukum  untuk menangani dan menyelesaikan masalah hukum.
e.    penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Upaya  penyelesaian  sengketa  perdata  dapat  dilakukan di  luar pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa. Alternatif  penyelesaian  sengketa  merupakan  lembaga penyelesaian  sengketa  atau  beda  pendapat  melalui prosedur  yang  disepakati  para  pihak,  yakni  penyelesaian
di  luar  pengadilan  dengan  cara  konsultasi,  negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.[6]
C.    Sistem Peradilan Di Indonesia
Pengadilan adalah lembaga kehakiman yang menjamin tegaknya keadilan melalui penerapan undang – undang dan kitab undang – undang dimaksud. Strukturnya dapat bertingkat – tingkat sesuai dengan sifat perkara dan bidang hukum yang terkait. Ada perkara yang cukup diselesaikan melalui peradilan pertama dan sekaligus terakhir. Ada pula perkara yang diselesaikan dalam dua tingkat dan ada pula yang diselesaikan dalam tiga tahap, yaitu tingkat pertama, tingkat banding dan tingkat kasasi.[7]
Undang – Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi serta badan - badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang”.[8]

1.      Mahkamah Agung
Mahkamah Agung merupakan Pengadilan Negara Tertinggi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia sebagai pemegang kekuasaan kehakiman bersama dengan Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh cabang-cabang kekuasaan lainnya. Kedudukan Mahkamah Agung tetap sama, baik sebelum dan sesudah amanden Undang-Undang Dasar 1945, yaitu sebagai puncak dari badan-badan peradilan di empat lingkungan peradilan. Oleh karena itu, Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, dan lingkungan peradilan tata usaha negara. Akan tetapi, Mahkamah Agung bukan satu-satunya lembaga yang melakukan pengawasan karena ada pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Komisi Yudisial.
Berdasarkan Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Komisi Yudisial berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Oleh karena itu, diperlukan kejelasan tentang pengawasan yang menjadi kewenangan Mahkamah Agung dan pengawasan yang menjadi kewenangan Komisi Yudisial. Pengawasan yang dilakukan oleh Mahkamah Agung meliputi pelaksanaan tugas yudisial, administrasi, dan keuangan, sedangkan pengawasan yang menjadi kewenangan Komisi Yudisial adalah pengawasan atas perilaku hakim, termasuk hakim agung.[9]
Mahkamah Agung berwenang:
-          mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah MA, kecuali undang-undang menentukan lain;
-          menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan
-          kewenangan lainnya[10] yang diberikan undang-undang.[11]
Mahkamah Agung juga mempunyai kewajiban dan wewenang untuk mengajukan tiga orang Hakim Konstitusi dan memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberikan grasi dan rehabilitasi.[12]
Susunan organisasi MA terdiri dari Pimpinan MA, Hakim Anggota, Panitera dan Sekretaris. Pimpinan Mahkamah Agung terdiri dari seorang ketua (KA MA), 2 (dua) wakil ketua (WAKA MA), dan beberapa orang ketua muda. Wakil Ketua Mahkamah Agung terdiri atas wakil ketua bidang yudisial dan wakil ketua bidang nonyudisial. wakil ketua bidang yudisial yang membawahi ketua muda perdata, ketua muda pidana, ketua muda agama, ketua muda militer dan ketua muda tata usaha negara sedangkan wakil ketua bidang nonyudisial membawahi ketua muda pembinaan dan ketua muda pengawasan. Ketua Mahkamah Agung dipilih dari dan oleh hakim agung, dan diangkat oleh Presiden.[13]
2.      Mahkamah Konstitusi
            Mahkamah Konstitusi (disingkat MK) adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Agung. Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MK adalah:
-          Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar,
-          memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945,
-          memutus pembubaran partai politik,
-          memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum
-          Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.[14]
3.      Peradilan di bawah MA
Dalam sistem peradilan di Indonesia saat ini, terdapat empat lingkungan peradilan yang masing – masing mempunyai lembaga pengadilan tingkat pertama dan dan pengadilan tingkat banding. Pengadilan tersebut adalah badan peradilan yang berada dibawah Mahkamah Agung, yaitu :
a.       Peradilan Umum
                  Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Peradilan umum meliputi:
-          Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota. Pengadilan Negeri (biasa disingkat: PN) merupakan Pengadilan Tingkat Pertama. Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Negeri berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.
Susunan Pengadilan Negeri terdiri dari Pimpinan (Ketua PN dan Wakil Ketua PN), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Jurusita. Pengadilan.
-          Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi. Pengadilan Tinggi sebagai Pengadilan Tingkat Banding terhadap perkara-perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri.
Pengadilan Tinggi juga merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.
Susunan Pengadilan Tinggi terdiri dari Pimpinan (seorang Ketua PT dan seorang Wakil Ketua PT), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.[15]

b.      Peradilan Agama
                  Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-Undang. Lingkungan Peradilan Agama meliputi :
-          Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Agama memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang yang beragama Islam di bidang
:
-     Perkawinan
-     warisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
-     Wakaf, zakat, infaq dan shadaqah
-     ekonomi syari’ah
Pengadilan Agama memberikan istbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah.
Pengadilan Agama dibentuk dengan Keputusan Presiden. Susunan Pengadilan Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua PA dan Wakil Ketua PA), Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris, dan Juru Sita.
-          Pengadilan Tinggi Agama merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Agama yang berkedudukan di ibu kota Provinsi. Sebagai Pengadilan Tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Agama memiliki tugas dan wewenang untuk mengadili perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama dalam tingkat banding. Selain itu, Pengadilan Tinggi Agama juga bertugas dan berwenang untuk mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Agama di daerah hukumnya.
Pengadilan Tinggi Agama dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Susunan Pengadilan Tinggi Agama terdiri dari Pimpinan (Ketua dan Wakil Ketua), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.[16]

c.       Peradilan Tata Usaha Negara
                  Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara meliputi:
-          Pengadilan Tata Usaha Negara (biasa disingkat PTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
Sebagai Pengadilan Tingkat Pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara berfungsi untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.[17] Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara, baik di pusat maupun daerah sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang – undangan.[18]
Pengadilan Tata Usaha Negara dibentuk melalui Keputusan Presiden dengan daerah hukum meliputi wilayah Kota atau Kabupaten. Susunan Pengadilan Tata Usaha Negara terdiri dari Pimpinan (Ketua PTUN dan Wakil Ketua PTUN), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.[19]
-          Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (biasa disingkat PTTUN) merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang berkedudukan di ibu kota Provinsi.
Sebagai Pengadilan Tingkat Banding, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di tingkat banding. Selain itu, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga bertugas dan berwenang untuk memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya. PTTUN juga berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa tata usaha negara dalam hal suatu badan atau pejabat tata usaha negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang – undangan untuk menyelesaikan secara administrasi sengketa tata usaha tertentu.[20]
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dibentuk melalui Undang-Undang dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Susunan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terdiri dari Pimpinan (Ketua PTTUN dan Wakil Ketua PTTUN), Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.[21]

d.      Peradilan Militer
                  Peradilan Militer adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman mengenai kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana militer. Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer berwenang:
        i.         Mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang yang pada waktu melakukan tindak pidana adalah:
-        Prajurit;
-        yang berdasarkan undang-undang dipersamakan dengan Prajurit;
-        anggota suatu golongan atau jawatan atau badan atau yang dipersamakan atau dianggap sebagai Prajurit berdasarkan undang-undang;
-        seseorang yang tidak masuk golongan pada huruf a, huruf b, dan huruf c tetapi atas keputusan Panglima dengan persetujuan Menteri Kehakiman harus diadili oleh suatu Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.
      ii.         Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Angkatan Bersenjata.
    iii.         Menggabungkan perkara gugatan ganti rugi dalam perkara pidana yang bersangkutan atas permintaan dari pihak yang dirugikan sebagai akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana yang menjadi dasar dakwaan, dan sekaligus memutus kedua perkara tersebut dalam satu putusan.
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh mereka sebagaimana dimaksud diatas yang :
-        tempat kejadiannya berada di daerah hukumnya; atau
-        terdakwanya termasuk suatu kesatuan yang berada di daerah hukumnya.
Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer terdiri dari Pengadilan Militer,  Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer Utama dan Pengadilan Militer Pertempuran.[22]
4.      Peradilan Khusus
            Selain peradilan yang telah disebutkan, terdapat beberapa peradilan khusus dalam sistem peradilan di Indonesia, diantaranya :
-          Pengadilan HAM
-          Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
-          Pengadilan Niaga
-          Pengadilan Perikanan
-          Pengadilan Anak
-          Pengadilan Hubungan Kerja Industrial
-          Pengadilan Pajak
-          Mahkamah Syariah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam
-          Pengadilan Adat Di Papua
Pengadilan HAM, Pengadilan Tipikor, Pengadilan Niaga, Pengadilan Perikanan, Pengadilan Anak serta Pengadilan Hubungan Industrial termasuk kedalam lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan Pajak digolongkan dalam Peradilan Tata Usaha Negara. Mahkamah Syariah digolongkan ke dalam Peradilan Agama, sedangkan Pengadilan Adat juga masuk pada Peradilan Umum.[23]

5.      Komisi Yudisial
                Dalam menjalankan fungsi kekuasaan kehakiman UUD 1945 khususnya Bab IX menyebutkan bahwa ada tiga lembaga negara yang termasuk dalam lingkup kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Komisi Yudisial (KY). Namun, menurut Pasal 24 ayat (2), hanya MA (dan badan peradilan di bawahnya) dan MK yang merupakan penyelenggara kekuasaan kehakiman, sedangkan KY tidak memiliki kewenangan tersebut sehingga badan ini sering disebut sebagai lembaga ekstra-yudisial.[24]
            Dalam UUD 1945 Bab IX pasal 24B disebutkan bahwa “Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat, serta prilaku hakim.” Komisi  Yudisial  adalah  lembaga  negara  sebagaimana dimaksud  dalam  Undang-Undang  Dasar  Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
            Dalam UU No. 48 Tahun 2009 Tentang kekuasaan disebutkan tugas dan wewenang  Komisi Yudisial, yaitu :
Pasal 40
(1)  Dalam  rangka  menjaga  dan  menegakkan  kehormatan, keluhuran  martabat,  serta  perilaku  hakim  dilakukan pengawasan eksternal oleh Komisi Yudisial.
(2)  Dalam  melakukan  pengawasan  sebagaimana  dimaksud pada  ayat  (1),  Komisi  Yudisial  mempunyai  tugas melakukan  pengawasan  terhadap  perilaku  hakim berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Pasal 41
(1)  Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam  Pasal  39  dan  Pasal  40,  Komisi  Yudisial  dan/atau Mahkamah Agung wajib:
-          menaati norma dan peraturan perundang-undangan;
-          berpedoman  pada  Kode  Etik  dan  Pedoman  Perilaku Hakim; dan
-          menjaga  kerahasiaan  keterangan  atau  informasi  yang  diperoleh.
(2)  Pelaksanaan  tugas  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1) tidak  boleh  mengurangi  kebebasan  hakim  dalam memeriksa dan memutus perkara.
(3)  Kode  Etik  dan  Pedoman  Perilaku  Hakim  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  (1)  huruf  b  ditetapkan  oleh  Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung.
(4)  Ketentuan  mengenai  pengawasan  sebagaimana  dimaksud dalam  Pasal  39  dan  Pasal  40  diatur  dalam  undang - undang.
Pasal 42
Dalam  rangka  menjaga  dan  menegakkan  kehormatan, keluhuran  martabat,  serta  perilaku  hakim,  Komisi  Yudisial dapat menganalisis putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan  hukum  tetap  sebagai  dasar  rekomendasi  untuk melakukan mutasi hakim.
Pasal 43
Hakim  yang  diduga  telah  melakukan  pelanggaran  terhadap Kode  Etik  dan  Pedoman  Perilaku  Hakim  diperiksa  oleh Mahkamah Agung dan/atau Komisi Yudisial.

6.      Badan - Badan Lain Yang Fungsinya Berkaitan Dengan Kekuasaan Kehakiman
            Dalam pasal 38 (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan kehakiman disebutkan “Selain  Mahkamah  Agung  dan  badan  peradilan  di bawahnya  serta  Mahkamah  Konstitusi,  terdapat  badan - badan  lain  yang  fungsinya  berkaitan  dengan  kekuasan kehakiman.” Yang  dimaksud  dengan  “badan-badan  lain”  antara  lain kepolisian, kejaksaan, advokat, dan lembaga pemasyarakatan.

II.                KESIMPULAN
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Fungsi yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman meliputi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksanaan putusan, pemberian jasa hukum dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Kekuasaan Kehakiman di Indonesia ini dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya meliputi Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Militer, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial serta badan – badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang masing – masing mempunyai wewenang dan tugas sendiri – sendiri.


[1] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2013, Hal. 281-282.
[2] Pasal 24 (1) Undang – Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
[3] Abdul Basiq Djalil, Peradilan Agama Di Indonesia, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010, Hal. 13.
[4] Mohammad Taufik Makarao Dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Bogor : Ghalia Indonesia, 2010, Hal. 24-25.
[5] Mohammad Taufik Makarao Dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek, Bogor : Ghalia Indonesia, 2010,Hal. 82.
[6] UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 54 – 61.
[7] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2013,  Hal. 313 – 314.
[8] Pasal 24 (2, 3) Undang – Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
[9] Undang-Undang No. 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
[10] Seperti Mahkamah  Agung  dapat  memberi  keterangan, pertimbangan,  dan  nasihat  masalah  hukum  kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan serta sebagai peradilan untuk permohonan PK dan lain sebagainya.
[11] Achmad Fauzan, Perundang-Undangan Lengkap Tentang Peradilan Umum, Peradilan Khusus, Dan Mahkamah Konstitusi. Jakarta : Prenada Media, Cetakan Pertama Tahun 2005 Hal 6.
[12] UUD 1945 Pasal 14 (1) Dan 24 C (3)
[13] M. Yahya Harahap, Kekuasaan Mahkamah Agung, Pemeriksaan Kasasi Dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, Hal. 18-26. Lihat Juga UU MA.
[14] Achmad Fauzan, Perundang-Undangan Lengkap Tentang Peradilan Umum, Peradilan Khusus, Dan Mahkamah Konstitusi. Jakarta : Prenada Media, Cetakan Pertama Tahun 2005, Hal. 7. Lihat Pula UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi Jo. UU No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi
[15] Lihat Undang – Undang No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum Jo. Undang – Undang No. 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas UU No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum.
[16] Lihat Undang-Undang No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Jo. Undang-Undang No.3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Jo. Undang-Undang No.50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama
[17] Titik Triwulan Dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara Dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011, Hal. 565.
[18] Titik Triwulan Dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara Dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011,hal. 580 – 583.
[19] Sudarsono, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung Dan Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta : Rineka Cipta, 1994, Hal. 320. Lihat pula UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. UU No. 9 Tahun 2004 jo. UU No. 51 Tahun 2009 perubahan kedua atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN
[20] Titik Triwulan Dan Ismu Gunadi Widodo, Hukum Tata Usaha Negara Dan Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011,hal. 565.
[21] Sudarsono, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung Dan Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta : Rineka Cipta, 1994, Hal. 320. Lihat pula UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara jo. UU No. 9 Tahun 2004 jo. UU No. 51 Tahun 2009 perubahan kedua atas UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN
[22] http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_31_97.htm, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor  31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer, diakses pada 24 Mei 2014, 10 : 46 WIB.
[23] Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada, 2013,  Hal. 315 – 316.

[24] http://fs.walisongo.ac.id/?p=213, Independensi Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia Pasca Amandemen Undang-Undang Dasar 1945, diakses pada 24 Mei 2014, 08 : 06 WIB.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ringkasan Nahwu

kaidah ghoiru asasiyah

AKHLAK TERHADAP TEMAN SEBAYA