sistem pendidikan di jawa



POLA DAN SISTEM PENDIDIKAN DI JAWA
MAKALAH
REVISI
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu: Dr. Rupi’i Amri, M.Ag.




Disusun oleh :
Miftakul Khoriyah                  (122111135)

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.                   PENDAHULUAN
Dalam sebuah tatanan masyarakat, sebuah pengetahuan sangatlah penting untuk dimiliki. Tanpa adanya pengetahuan, manusia akan mengalami kebutaan informasi. Padahal kemajuan kelompok masyarakat juga sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh adanya ilmu pengetahuan. Manusia dengan pengetahuannya mampu melakukan olah-cipta sehingga ia mampu bertahan dalam masa yang terus maju dan berkembang.
Bisa dibayangkan, apabila suatu masyarakat tidak dibekali dengan minimal sedikit pengetahuan, maka sudah dapat dipastikan kelompok tersebut adalah kelompok yang terpuruk. Mereka tidak tahu bagaimana mengembangkan tatanan masyarakat tersebut. Mereka juga pasti akan mengalami keterpurukan karena tidak adanya sesuatu yang bisa dilakukan.
Pengetahuan tidak hanya bisa didapatkan di media formal, namun dapat dicapai dengan berbagai cara, apapun itu. Begitu juga dengan masyarakat Jawa, dari dahulu sampai sekarang, pendidikan merupakan hal yang urgent sehingga mereka bisa berkembang dan mengolah kemasyarakatannya.
Pesantren, Walisongo dan Pendidikan adalah tiga unsur yang sangat erat dan tidak dapat terpisahkan. Pendidikan Islam yang dipelopori Walisongo merupakan perjuangan gigih, kuat, dan sabar yang diimplementasikan dengan cara sederhana yaitu menunjukkan jalan alternatif baru yang tidak mengusik tradisi dan kebiasaan lokal serta mudah di tangkap oleh masyarakat Jawa. Walisongo mendirikan pesantren sebagai media dakwah dalam menyebarkan Islam dan sebagai penyambung lidah dari nabi Muhammad SAW sebagaimana hadist yang berbunyi Al-‘ulama warasatul anbiya (ulama pewaris para nabi).




II.                RUMUSAN MASALAH
Makalah ini kami susun dengan sistematika sebagai berikut :
1.      Bagaimana pengertian pendidikan ?
2.      Bagaimana keadaan pendidikan di Jawa dari masa ke masa?

III.             PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pendidikan
Berbicara mengenai pengetahuan yang merupakan alat untuk melakukan olah cipta, sehingga manusia dapat bertahan dan berkembang dalam kehidupannya tidak dapat dipisahkan dengan aktifitas yang bernama pendidikan. Pendidikan secara bahasa adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.[1] Ki Hajar Dewantoro menyebutkan bahwa pendidikan adalah tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak – anak, dengan maksud menuntun segala kekuatan kodrat yang ada agar mereka sebagai manusia dan sebagai masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi – tingginya.[2]
Dalam Ilmu Pendidikan karya Nur Uhbiyati Islam disebutkan bahwa pendidik adalah seseorang yang bertanggungjawab memberi bimbingan dan bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani maupun rohaninya sehingga mereka mampu mencapai kedewasaannya, melaksanakan tugas sebagai makhluk sosial, khalifah, dan sebagai individu yang berdiri sendiri.[3]
Dari pengertian diatas, kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh berbagai pengetahuan yang dengannya manusia dapat mengembangkan potensi mereka sehingga mereka mampu bertahan dan berkembang ditengah tantangan zaman. Dalam kegiatan tersebut terdapat seseorang yang bertanggungjawab sebagai pembimbing yang disebut pendidik.
B.     Pendidikan di Jawa Dari Masa – ke  Masa
Membicarakan dinamika pendidikan, tidak bisa dilepaskan dari membicarakan lembaga pendidikan sebagai tempat berlangsungnya interaksi proses belajar mengajar. Sistem pendidikan sering dipahami sebagai suatu pola menyeluruh dari proses pendidikan dalam lembaga-lembaga formal, agen-agen, serta organisasi dengan mentransfer pengetahuan, warisan kebudayaan serta sejarah kemanusiaan yang mempengaruhi pertumbuhan sosial, spiritual, dan intelektual. Oleh karena itu sistem tidak dapat berdiri sendiri, tapi dibutuhkan informasi mengenai kondidi sosial, politik, dan keagamaan sehingga terjadi hubungan antara pendidikan dan kondisi keadaan saat itu.[4]
Dalam masyarakat Jawa, perkembangan budaya tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan. Didalamnya terdapat interelasi nilai – nilai dari pendidikan dengan budaya itu sendiri.

a.       Pendidikan Masa Hindu Budha
Pembahasan sejarah Hindu Buddha di Indonesia berawal dari kemunculan beberapa kerajaan di abad ke-5 M, antara lain: kerajaan Hindu Buddha di Kutai Kalimantan. Di Jawa barat muncul kerajaan Hindu Tarumanegara. Pada masa ini pendidikan melekat dengan agama.
Pada masa Hindu Buddha ini, kaum Brahmana merupakan golongan yang menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Sistem kasta tidaklah diterapkan di Indonesia setajam sebagaimana yang terjadi di India. Menjelang periode akhir, pola pendidikan dilakukan dalam padepokan-padepokan dengan jumlah murid relatif terbatas dan bobot materi ajar yang bersifat spiritual religius. Para murid ini sembari belajar juga harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Sistem pendidikan Hindu Buddha dikenal dengan istilah karsyan. Karsyan adalah tempat yang diperuntukan bagi petapa dan untuk orang-orang yang mengundurkan diri dari keramaian dunia dengan tujuan mendekatkan diri dengan dewa tertinggi. Karsyan dibagi menjadi dua bentuk yaitu patapan dan mandala.
Patapan memiliki tempat bertapa, tempat dimana seseorang mengasingkan diri untuk sementara waktu hingga ia berhasil dalam menemukan petunjuk atau sesuatu yang ia cita-citakan. Bentuk patapan sederhana, seperti gua atau ceruk, batu-batu besar, ataupun pada bangunan yang bersifat artificial. Hal ini dikarenakan jumlah resi yang bertapa lebih sedikit atau terbatas. Tapa berarti menahan diri dari segala bentuk hawa nafsu, orang yang bertapa biasanya mendapat bimbingan khusus dari sang guru, dengan demikian bentuk patapan biasanya hanya cukup digunakan oleh seorang saja.
Istilah kedua adalah mandala, atau disebut juga kedewaguruan. Mandala merupakan tempat suci yang menjadi pusat segala kegiatan keagamaan, sebuah kawasan atau kompleks yang diperuntukan untuk para wiku/pendeta, murid, dan mungkin juga pengikutnya. Mereka hidup berkelompok dan membaktikan seluruh hidupnya untuk kepentingan agama dan negara. Mandala tersebut dipimpin oleh dewa guru.[5]
Masuknya Hindu Buddha juga mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia dalam bidang pendidikan. Dengan masuknya Hindu Buddha, sebagian masyarakat Indonesia mulai mengenal budaya baca dan tulis. Diantara bukti-bukti tersebut adalah:
-        Digunakannya bahasa sansekerta dan huruf pallawa dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa tersebut terutama digunakan di kalangan pendeta dan bangsawan kerajaan. Telah mulai digunakan bahasa kawi, jawa kuno, dan lain-lain.
-        Telah dikenal sistem pendidikan berasrama (ashram) dan didirikan sekolah-sekolah khusus untuk mempelajari agama Hindu Buddha.
-        Lahirnya banyak karya sastra  bermutu tinggi yang merupakan interpretasi kisah-kisah dalam budaya Hindu Buddha. Seperti: Bharatayuda, Arjuna Wiwaha, Smaradhana, Negarakertagama, dan Sutasoma.
-        Berkembangnya ajaran budi pekerti berlandaskan ajaran agama Hindu Buddha. [6]

b.      Pendidikan Masa Kedatangan Islam
Realitas membuktikan, bahwa perkembangan dan penyiaran agama Islam adalah yang paling dinamis dan cepat dibandingkan dengan agama – agama lain. Hal tersebut disebabkan karena ajaran – ajaran Islam sangat mudah dimengerti oleh semua lapisan masyarakat. Begitu juga dengan perkembangan Islam di Indonesia.
Sejarah mencatat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 M, tapi meluas pada abad ke 13 M. Pada awalnya pengembangan masyarakat Islam dilakukan dengan berbagai kontak seperti jual beli, perkawinan, dan dakwah. Dari situlah pendidikan berjalan dengan proses yang sederhana. Materi pertama adalah kalimat syahadat. Kemudian baru diajarkan cara melaksanakan sholat, membaca Al Quran dan sebagainya.[7]
Hampir disetiap desa yang ditempati kaum muslimin didirikan surau atau langgar sebagai tempat untuk belajar. Anak – anak duduk bersila, begitu juga dengan guru. Masa ini belum memakai meja dan bangku. Pengajaran disampaikan dengan metode sorogan dan halaqoh. Pendidikan ini dimulai dengan belajar Al quran dan kadang – kadang langsung mengikuti apa yang dibacakan oleh guru. [8] Setelah menerima pendidikan di langgar, para murid bisa melanjutkan ke pesantren. Mereka yang belajar diasramakan dalam suatu komplek yang disebut pondok yang biasanya dibangun oleh guru ataupun swadaya masyarakat setempat. Pesantren yang ada di Jawa tidak dapat dipisahkan dari 5 elemen, yaitu pondok,masjid, santri, kyai dan pengajaran kitab – kitab klasik.  Sistem pembelajaran yang ada di pesantren tidak jauh berbeda dengan sitem pendidikan di langgar, yaitu wetonan[9] (halaqoh) dan sorogan[10]. Hanya saja kurikulum yang dibuat terfokus pada ilmu agama seperti Hadis, Tafsir, Al Quran, Tauhid, Tasawuf dan lain sebagainya.[11]

c.       Pendidikan Masa Kolonial
Orang Belanda datang ke Indonesia bukan untuk menjajah, namun untuk berdagang. Namun pedagang itu merasa perlunya tempat tinggal yang permanen di daratan daripada berdagang di atas kapal. Kantor yang mereka persenjatai tersebut kemudian menjadi benteng yang akhirnya menjadi landasan untuk menguasai daerah di sekitarnya.[12]
Dalam masalah pendidikan, mereka juga mengenalkan metode dan sistem baru yang lebih efektif. Namun hal terebut dilakukan untuk kepentingan bangsa mereka sendiri. Pada masa VOC, pendidikan memakai sistem elementer dan bercirikan agama dimana murid – murid datang seorang demi seorang ke guru, menyanyi lagu gerejani dan resitasi[13] teks buku Injil yang dilakukan bersama seluruh kelas.[14]
Setelah VOC lenyap, pemerintahan digantikan dengan pemerintah Hindia Belanda. Selama setengah abad pertama pendidikan hanya disedikan bagi anak – anak Belanda. Sebaliknya tidak dilakukan apapun bagi anak – anak Indonesia. Namun dengan adanya sistem tanam paksa mendorong Belanda untuk memberikan pendidikan bagi anak – anak bumiputera. Secara umum dapat kita lihat ciri umum pendidikan Belanda adalah:
1.      Gradualisme yang luar biasa dalam penyediaan pendidikan bagi anak – anak bumiputera.
2.      Dualisme dalam pendidikan dengan menekankan perbedaan antara pendidikan Belanda dan pribumi.
3.      Kontrol sentral yang kuat.
4.      Keterbatasan tujuan sekolah pribumi, karena peranan sekolah adalah untuk menghasilkan pegawai sebagai faktor penting dalam perkembangan pendidikan.
5.      Prinsip konkordansi yang menyebabkan sekolah yang ada di Indonesia sama dengan yang ada di Belanda.
6.      Tidak adanya perencanaan pendidikan bagi anak pribumi.[15]

d.      Pendidikan Pesantren
Pesantren sebagai bapak dari pendidikan Islam di Indonesia didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman. Pembangunannya didasarkan kebutuhan masyarakat akan lembaga pendidikan lanjutan dengan keilmuan guru yang lebih tinggi. Pesantren mempunyai keunikan dalam menjalankan mekanisme pendidikan, yaitu ;
-          Memakai sistem tradisional yang mempunyai kebebasan penuh dibandingkan dengan sekolah modern.
-          Kehidupan di dalamnya menampakkan semangat demokrasi karena mereka belajar mengatasi problem nonkurikuler mereka.
-          Para santri tidak mengharapkan adanya simbolis, seperti ijazah dan gelar sebagaimana yang ada pada pendidikan formal.
-          Pesantren mengutamakan kesederhanaan, idealisme, persaudaraan, persamaan, percaya diri dan keberanian hidup.
-          Alumni yang tidak berorientasi pada panggung pemerintahan.
Sejarah mencatat bahwa pesantren memiliki model – model pengajaran yang bersifat nonklasikal atau tradisional  (sorogan dan wetonan) serta pengajaran sistem madrasah. Dengan adanya pola tersebut diharapkan para santri nantinya mampu hidup mandiri, sehingga mereka pun dibekali pelajaran ketrampilan dan pengetahuan umum.[16]
Disamping itu, pesantren juga memiliki ciri khusus yang membedakannya dengan sistem pendidikan yang lain, yaitu :
-          Pondok sebagai tempat tinggal kiai dan para santri. Di tempat ini, selain digunakan sebagai tempat bermukim dan pengajaran, juga sekaligus sebagai tempat bagi santri untuk dapat hidup mandiri.
-          Masjid sebagai pusat kegiatan ibadah dan belajar mengajar.
-          Santri yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu santri mukim ( santri yang berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam pondok pesantren) dan santri kalong (santri yang berasal dari sekitar pesantren dan biasanya mereka tidak menetap dalam pondok, namun pulang ke rumah masing – masing selepas pengajian di pesantren.
-          Kiai yang merupakan tokoh sentral dalam pesantren dan memberikan pengajaran.
-          Kitab – kitab klasik sebagai unsur pembeda dari lembaga pendidikan lain.[17]
Dari pemaparan tersebut, kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa pesantren dari awal berdirinya sampai saat ini mempunyai 3 bentuk pengajaran, yaitu ;
1.      Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang pengajarannya disampaikan dalam bentuk tradisional.
2.      Pesantren adalah lembaga pendidikan yang para santrinya tidak disediakan asrama, namun tinggal di sekeliling pesantren, dimana mereka mengikuti pendidikan dengan cara wetonan,
3.      Pesantren adalah lembaga yang tidak hanya menyediakan sistem nonformal, namun juga mengembangkan sistem formal seperti madrasah maupun sekolah umum dalam berbagai tingkatan.

IV.             KESIMPULAN
Dari pemaparan makalah kami, dapat diambil kesimpulan bahwa, pendidikan yang selama ini berkembang di Indonesia pada umumnya dan di Jawa khususnya telah mengalami perubahan – perubahan dan pembaharuan. Hal tersebut disebabkan antara lain karena pengaruh agama, keadaan sosial, pemerintahan serta rasa ingin berkembang dan maju dari para pemakarsa pendidikan. Tentu saja hal tersebut tidak berjalan semudah yang dibayangkan, namun mengalami pasang surut yang disebabkan oleh berbagai pihak.
Pada masa Hindu Budha pendidikan lebih bercorak pada sistem yang mereka anut sebagaimana di India. Kedatangan Islam juga turut memberikan warna tersendiri dalam perkembangan pendidikan. Pendidikan sedikit mengalami keterpurukan pada masa kolonial, dimana mereka benar – benar menjadikan negara jajahan sebagai negara yang harus menghasilkan bagi negara penjajah. Namun berbagai pihak terus berusaha mengembangkan pendidikan sehingga dapat kita lihat perkembangannya di masa saat ini.

V.                PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, kami yakin masih banyak kesalahan yang terdapat dalam penulisan makalah ini karena memang itu adalah keterbatasan kami dan tidak ada manusia yang sempurna, hanya Dialah Yang  Maha Sempurna. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun selalu kami nantikan demi perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfa’at, bagi penulis khususnya serta bagi para pembaca pada umumnya. Amin ya Robb al ‘alamin.











DAFTAR PUSTAKA

-          Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta :Raja Grafindo Persada, 1996.
-          Kamus Besar Bahasa Indonesia, v.1.1.
-          Nasution, Sejarah Pendidikan Indonesia, Jakarta : Bumi Aksara,1994.
-          Paeni, Mukhlis, Sejarah Kebudayaan Indonesia : Religi Dan Falsafah, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2009.
-          Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta : Aksara Baru, 1988.
-          Suwendi, Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004.
-          Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung : Pustaka Setia, 1997.



[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia, v.1.1.
[2] Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta : Aksara Baru, 1988, hal. 2.
[3] Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung : Pustaka Setia, 1997, hal. 71.
[4] Suwendi, Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan Islam, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 3-4.
                        5http://www.tuanguru.com/2012/02/sistem-pendidikan-di-indonesia-pada-jaman-kuno.html. diakses pada 28 September 2013, 15.30.
[6] http://waromuhammad.blogspot.com/2012/03/sejarah-pendidikan-di-jawa.html. diakses pada 29 September 2013, 15.07. Lihat pula Mukhlis Paeni, Sejarah Kebudayaan Indonesia : Religi Dan Falsafah, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2009, hal. 33-36.
[7] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta :Raja Grafindo Persada, 1996, hal. 17-21.
[8] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta :Raja Grafindo Persada, 1996, hal. 21-24.
[9] Wetonan adalah sebuah metode dimana terdapat seorang kiai yang membaca suatu kitab dalam waktu tertentu dan santrinya juga membawa kitab yang sama, lau santri mendengarkan dan menyimak bacaan kiai. Metode ini dapat disebut juga metode belajar kolektif.
[10] Ini adalah metode dimana santri yang pandai mensorogkan (mengajukan) sebuah kitab kepada kiai untuk dibaca dihadapannya. Selanjutnya kesalahan dalam bacaannya langsung dibenarkan oleh kiai. Metode ini disebut proses belajar mengajar individual.
[11] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta :Raja Grafindo Persada, 1996, hal 24-27.
[12] Nasution, Sejarah Pendidikan Indonesia, Jakarta : Bumi Aksara,1994,hal. 3.
[13] Resitasi adalah pembacaan hafalan (pengajian) di muka umum, hafalan yang diucapkan oleh murid-murid di dalam kelas.
[14] Nasution, Sejarah Pendidikan Indonesia, Jakarta : Bumi Aksara,1994, hal. 4-6.
[15] Nasution, Sejarah Pendidikan Indonesia, Jakarta : Bumi Aksara,1994, hal. 20-35.
[16] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta :Raja Grafindo Persada, 1996, hal. 138-146.
[17] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta :Raja Grafindo Persada, 1996, hal. 142-144.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kaidah ghoiru asasiyah

AKHLAK TERHADAP TEMAN SEBAYA

ringkasan Nahwu