akad syirkah
AKAD SYIRKAH
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Fiqh Mu’amalah
Dosen Pengampu: Drs. Sahidin, M. Si.
Disusun oleh :
Miftakul Khoriyah (122111135)
AHWAL AL SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang mengatur seluruh hal yang
berkaitan dengan manusia. Muamalah adalah salah satu yang diatur sedemikian
rupa dalam Islam sebagai pedoman dalam berinteraksi dengan sesama. Perkembangan
transaksi yang lambat laun terus melaju sehingga melahirkan jenis – jenis baru
dalam bertransaksi sehingga perlu adanya batasan atau ketentuan yang mengatur
pelaksanaannya.
Dalam hal transaksi, tidak dipungkiri apabila suatu harta
atau lainnya dikelola secara bersama, bukan secara individu. Hal ini memerlukan
aturan sehingga dalam prakteknya tidak terdapat tumpang tindih atau
perselisihan yang tidak diinginkan. Dengan adanya aturan dan batasan – batasan
tersebut, diharapkan akan tercipta keharmonisan dalam kerja sama dan tidak
menimbulkan sengketa di kemudian hari, sehingga antara kedua belah pihak dapat
menikmati hasil dari kerja sama tersebut sesuai dengan kadar konstribusi yang
disepakati.
II.
RUMUSAN MASALAH
Makalah ini kami susun dengan sistematika sebagai berikut
:
1. Bagaimana pengertian syirkah?
2. Bagaimana landasan hukum syirkah ?
3. Bagaimana syarat dan rukun syirkah ?
4. Bagaimana pembagian syirkah ?
5. Kapan waktu berakhirnya syirkah ?
III.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Syirkah
Secara etimologi, syirkah berarti percampuran,
yaitu bercampurnya salah satu dari dua harta dengan harta lainnya tanpa dapat
dibedakan antara keduanya. Menurut terminologi, ulama fiqh memiliki pendapat
yang berbeda, antara lain :
a. Menurut Malikiyyah
هي اذن فى التصرف لهما معا انفسهما اي ان يأذن كل واحد من
الشريكين لصاحبه فى ان يتصرف فى مال لهما مع ابقاء حق التصرف لكل منهما
Perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan harta yang
dimiliki dua orang secara bersama – sama oleh keduanya, yakni keduanya saling
mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik keduanya,
namun masing – masing memiliki hak untuk bertasharuf.
b. Menurut Hanabilah
الإجتماع فى استحقاق او تصرف
Perhimpunan adalah hak atau pengolahan harta
c. Menurut Syafi’iyah
ثبوت الحق فى شئ لاثنين فأكثر على جهة الشيوع
Ketetapan hak pada sesuatu yang dimiliki dua orang atau
lebih dengan cara yang masyhur
d. Menurut Hanafiyah
عبارة عن عقد بين المتشاركين فى رأس المال والربح
Ungkapan tentang adanya transaksi antara dua orang yang bersekutu
pada pokok harta dan keuntungan.[1]
B. Landasan Syara’
Landasan syirkah itu terdapat dalam Al Quran, Al Hadits
dan Ijma’ sebagai berikut :
a. Al Quran
* öNà6s9ur ß#óÁÏR $tB x8ts? öNà6ã_ºurør& bÎ) óO©9 `ä3t £`ßg©9 Ó$s!ur 4 bÎ*sù tb$2 Æßgs9 Ó$s!ur ãNà6n=sù ßìç/9$# $£JÏB z`ò2ts? 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur úüϹqã !$ygÎ/ ÷rr& &úøïy 4 Æßgs9ur ßìç/9$# $£JÏB óOçFø.ts? bÎ) öN©9 `à6t öNä3©9 Ós9ur 4 bÎ*sù tb$2 öNà6s9 Ó$s!ur £`ßgn=sù ß`ßJV9$# $£JÏB Läêò2ts? 4 .`ÏiB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur cqß¹qè? !$ygÎ/ ÷rr& &ûøïy 3 bÎ)ur c%x. ×@ã_u ß^uqã »'s#»n=2 Írr& ×or&tøB$# ÿ¼ã&s!ur îr& ÷rr& ×M÷zé& Èe@ä3Î=sù 7Ïnºur $yJßg÷YÏiB â¨ß¡9$# 4 bÎ*sù (#þqçR%2 usYò2r& `ÏB y7Ï9ºs ôMßgsù âä!%2uà° Îû Ï]è=W9$# 4 .`ÏB Ï÷èt/ 7p§Ï¹ur 4Ó|»qã !$pkÍ5 ÷rr& Aûøïy uöxî 9h!$ÒãB 4 Zp§Ï¹ur z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÎ=ym ÇÊËÈ
Dan bagimu (suami-suami)
seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak
mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat
seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka
buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat
harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai
anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan
sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar
hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja),
Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi
jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar
hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan
yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha Penyantun.[2]
tA$s%
ôs)s9
y7yJn=sß
ÉA#xsÝ¡Î0
y7ÏGyf÷ètR
4n<Î)
¾ÏmÅ_$yèÏR
(
¨bÎ)ur
#ZÏVx.
z`ÏiB
Ïä!$sÜn=èø:$#
Éóö6us9
öNåkÝÕ÷èt/
4n?tã
CÙ÷èt/
wÎ)
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
(#qè=ÏJtãur
ÏM»ysÎ=»¢Á9$#
×@Î=s%ur
$¨B
öNèd
3
£`sßur
ß¼ãr#y
$yJ¯Rr&
çm»¨YtGsù
txÿøótGó$$sù
¼çm/u
§yzur
$YèÏ.#u
z>$tRr&ur
)
ÇËÍÈ
Daud berkata: "Sesungguhnya
Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan
kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat
itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka
ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun
kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.[3]
b.
Al Hadits
عن ابى هريرة رفعه الى النبى ص.م قال ان الله عز
وجل يقول انا ثالث الشريكين مالم يخن احدهما صاحبه فإذا خانه خرجت من بينهما (رواه
ابو داود والحاكم وصححه اسناده)
Artinya :
Dari Abu Hurairah yang
dirafa’kan kepada Nabi SAW bahwa Nabi SAW bersabda, “ sesungguhnya Allah SWT
berfirman “Aku adalah yang ketiga pada dua orang yang bersekutu, selama salah
seorang dari keduanya tidak menghianati temannya. Aku akan keluar dari
persekutuan tersebut apabila salah seorang menghianatinya. (HR. Abu Dawud dan
Hakim dan menyahihkan sanadnya)
c.
Ijma’
Umat
Islam sepakat bahwa syirkah dibolehkan. Hanya saja mereka berbeda pendapat
tentang jenisnya.
C.
Rukun dan Syarat Syirkah
Para
ulama berselisih pendapat mengenai rukun syirkah. Ulama Hanafiyah
mengatakan bahwa rukun syirkah adalah ijab dan qabul,
sebab ijab - qabul adalah hal yang menentukan syirkah. Sedangkan
hal lain berada diluar syirkah.[4] Sedangkan menurut
mayoritas ulama rukun syirkah ada 3, yaitu ‘aqidain (kedua belah
pihak yang berakad), ma’qud ‘alaih (obyek syirkah), shighat
(ijab dan qabul).[5]
Sementara
itu, syarat adalah sesuatu yang bertalian dengan rukun syirkah itu
sendiri. Perincian dari masing – masing syarat tersebut adalah :
1.
Syarat ‘aqidain
-
Aqil dan baligh
-
Mempunyai kompetensi dalam memberikan atau menerima kuasa
perwakilan.
2.
Syarat ma’qud ‘alaih
-
Modal berupa modal mitsli (barang yang bisa
ditimbang, ditakar, dan boleh diakad salam). Harta mitsli adalah harta
yang dapat ditemukan dalam pasaran.
-
Sama dalam jenis dan sifatnya, sekiranya barang tersebut
bercampur maka tidak dapat dibedakan.
-
Modal terkumpul lebih dahulu sebelum akad, sehingga
masing – masing pihak mengetahui porsi masing – masing.
3.
Syarat shighat
-
Shighat dalam akad musyarakah disyaratkan berupa lafadz
yang lugas dan menunjukkan adanya izin dalam pengelolaan dana. Namun,
dianggapnya sah akad musyarakah didasarkan pada urf yang berlaku
dalam masyarakat.[6]
D.
Pembagian Syirkah
Secara
garis besar syirkah dibagi menjadi dua bagian yaitu syirkah al amlak
dan syirkah al ‘uqud yang keduanya memiliki bagian – bagian tersendiri. Syirkah
al amlak adalah dua orang atau lebih memiliki harta bersama tanpa adanya
akad. Sedangkan syirkah al ‘uqud adalah perserikatan antara dua orang
atau lebih untuk mengikatkan diri dalam harta dan keuntungan.[7]
a.
Syirkah al amlak
-
Syirkah ikhtiari, yaitu perserikatan yang muncul akibat keinginan dua
orang atau lebih untuk suatu kepemilikan. Seperti dua orang membeli atau
memberi sesuatu.[8]
-
Syirkah al jabr, yaitu sesuatu yang ditetapkan menjadi milik dua orang atau lebih tanpa
kehendak mereka, seperti harta warisan yang mereka terima dari orang yang
wafat.[9]
b.
Syirkah al ‘uqud
Ulama
berbeda pendapat mengenai pembagian syirkah jenis ini. Menurut ulama
Hanabilah, syirkah jenis ini ada lima macam, yaitu ‘inan, mufawadhah,
abdan, wujuh dan mudharabah. Ulama Hanafiyah membagi menjadi
enam, yaitu syirkah amwal, a’mal dan wujuh yang masing – masing
terbagi menjadi menfawadhah dan ‘inan. Sedangkan ulama Mesir yang
kebanyakan bermadzhab Maliki dan Syafi’i membagi menjadi empat, yaitu syirkah
‘inan, mufawadhah, abdan dan wujuh.[10]
-
Syirkah al ‘inan, yaitu kerja sama yang dilakukan antara dua orang atau
lebih dimana masing – masing pihak ikut memberikan dana, terlibat dalam
pengelolaan dan berbagi keuntungan dan kerugian. Akan tetapi dalam syirkah
ini, dana yang diberikan, kerja yang dilakukan dan hasil yang diterima oleh
masing – masing pihak tidak sama.[11] Dalam masalah ini, ulama
fiqh memakai kaidah :
الربح على ما شرطا و الوضيعة على قدر المالين
“Keuntungan
dibagi berdasarkan kesepakatan, sedangkan kerugian didasarkan pada prosentase
harta keduanya”.[12]
Ulama fiqh sepakat membolehkan kerja sama dalam jenis
ini, namun mereka berbeda pendapat dalam menentukan persyaratannya.
-
Syirkah al mufawadhah, yaitu kerja sama yang modal semua pihak dan bentuk
kerja sama yang mereka lakukan baik kualitas maupun kuantitasnya harus sama dan
keuntungan dibagi rata.[13]
-
Syirkah al abdan (syirkah al a’mal), yaitu perserikatan dalam
bentuk menerima pekerjaan untuk dilakukan bersama – sama dan berbagi
keuntungan.[14]
-
Syirkah al wujuh, yaitu perserikatan yang dilakukan antara dua orang atau
lebih yang memiliki reputasi di kalangan masyarakat untuk hutang barang
kemudian menjualnya dan membagi keuntungan secara bersama – sama menurut
kesepakatan.[15]
Ulama
fiqh sepakat bahwa syirkah ‘inan diperbolehkan, namun bentuk – bentuk
lain masih diperselisihkan. Ulama Syafi’iyah, Zhahiriyah dan Imamiyah menganggap
bahwa semua bentuk syirkah selain ‘inan dan mufawadhah
adalah tidak sah. Ulama Hanabilah membolehkan semua jenis syirkah
kecuali syirkah wujuh dan syirkah abdan. Ulama Hanafiyah membolehkan
semua bentuk syirkah selama memenuhi syarat – syaratnya.[16]
E.
Berakhirnya Syirkah
Syirkah
akan berakhir apabila terjadi hal – hal berikut :
1.
Salah satu pihak membatalkan meskipun tanpa persetujuan
pihak lain.
2.
Salah satu pihak kehilangan kecakapan untuk bertasharuf
baik karena gila maupun alasan lain.
3.
Salah satu pihak meninggal dunia.
4.
Modal para anggota syirkah lenyap sebelum dibelanjakan
atas nama syirkah.
5.
Salah satu pihak murtad atau membelot ketika perang.[17]
IV.
KESIMPULAN
Dari pemaparan makalah diatas kiranya dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Syirkah adalah transaksi kerja sama antara dua orang atau lebih yang berserikat
dalam harta dan keuntungan.
2. Syirkah didasarkan pada Al Quran, Hadits dan Ijma’.
3. Rukun syirkah adalah ‘aqidain, ma’qud ‘alaih dan shighat.
Dalam masing – masing rukun tersebut terdapat ketentuan – ketentuan sebagai syarat
diperbolehkannya syirkah.
4. Ulama berbeda pendapat mengenai pembagian syirkah, namun secara
garis besar terdapat empat jenis yaitu syirkah ‘inan, mufawadhah, abdan
dan wujuh.
5. Syirkah berakhir dengan alasan :
-
Salah satu pihak mebatalkan
-
Salah satu pihak murtad
-
Salah satu pihak kehilangan kecakapan hukum
-
Salah satu pihak meninggal dunia
-
Modal lenyap sebelum sempat dibelanjakan
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, kami yakin masih
banyak kesalahan yang terdapat dalam penulisan makalah ini karena memang itu
adalah keterbatasan kami dan tidak ada manusia yang sempurna, hanya Dialah
Yang Maha Sempurna. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun selalu kami nantikan
demi perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfa’at, bagi
penulis khususnya serta bagi para pembaca pada umumnya. Amin ya Robb al
‘alamin.
DAFTAR PUSTAKA
-
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah, Bandung
; Pustaka Setia, 2001.
-
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 2010.
-
M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah,
Yogyakarta : Logung Pustaka, 2009.
-
Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid Wa Nihayatul
Muqtashid, penerjemah: Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun, Jakarta :
Pustaka Amani, 2002.
[10] Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, Hal. 188. Lihat pula Bidayatul
Mujtahid Wa Nihayatul Muqtashid Karya Al Faqih Abul Walid Muhammad Bin
Ahmad Bin Muhammad Ibn Rusyd, Hal. 143-152.
Komentar