tafsir tentang wanita - wanita yang haram dinikahi



oleh : Miftahul Khoiriyah dan Nur Hasanah (mahasiswi jurusan ahwal al syakhsiyyah IAIN WALISONGO Semarang)

WANITA – WANITA MUHARROMAT

A.    AYAT – AYAT TENTANG WANITA – WANITA MUHARROMAT
وَلاَتَنكِحُوا مَانَكَحَ ءَابَآؤُكُم مِّنَ النِّسَآءِ إِلاَّ مَاقَدْ سَلَفَ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَمَقْتًا وَسَآءَ سَبِيلاً {22} حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالاَتُكُمْ وَبَنَاتُ اْلأَخِ وَبَنَاتُ اْلأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ الاَّتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُم مِّنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَآئِبُكُمُ الاَّتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ الاَّتِي دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلاَجُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلآَئِلُ أَبْنَآئِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا بَيْنَ اْلأُخْتَيْنِ إِلاَّ مَاقَدْ سَلَفَ إِنَّ اللهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا {23}
artinya :
Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruknya jalan (yang ditempuh). (QS. 4:22)
Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isteri kamu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya;(dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);,dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, (QS. 4:23)




B.     PEMBAHASAN
1.      Ma’na Mufrodat
-          سلف :  yang terdahulu, yaitu orang – orang terdahulu dari kalangan orang tua dan kerabat.
-          فاحشة : secara bahasa adalah “النهاية فى القبح “. Disebut demikian karena merupakan puncak dari kejelekan.[1]
-          مقتا : kebencian dari Alloh dan merupakan kebencian yang paling besar sehingga mereka menamakan nikah tersebut adalah nikah maqti.
-          ربائبكم : jama’ dari ربيبة    , yaitu anak perempuan dari istri dengan suami yang lain
-          حخوركم : maksudnya adalah mereka (anak – anak perempuan istrimu) yang kamu didik di rumahmu. Hal tersebut karena kebanyakan anak perempuan tinggal  bersama dengan ibu dirumah suaminya. Meskipun demikian haram menikahi anak tiri walaupun dia tidak tinggal dirumah suami ibunya.
-          دخلتم : yang telah engkau pergauli
-          حلائل : istri dari anak ( menantu). Maksudnya engkau haram menikahi istri dari anak – anakmu, namun tidak termasuk disini anak angkat.[2]
2.      Asbabun Nuzul
وَلاَتَنكِحُوا مَانَكَح , ayat ini turun pada saat Hishn bin Abi Qais menikahi istri ayahnya Kubaisyah binti Muan, Al Aswad bin Kholaf  menikahi istri ayahnya, Shofwan bin Umayyah bin Kholaf menikahi istri ayahnya Fakhitah binti Al Aswad bin Abdul Mutholib, dan Manshur bin Mazin menikahi istri ayahnya Mulaikah binti Khorijah.
Asy’ats bin Sawar berkata  : tatkala Abu Qais, salah seorang sholih kaum Anshor meninggal, anaknya meminang istri ayahnya. Lalu wanita itu berkata : sesungguhnya aku telah menganggapmu sebagai anak. Akan tetapi aku akan datang kepada Rasul SAW dan meminta izin. Lalu wanita itu datang dan menceritakan kejadian tersebut. Rasul lalu menyuruhnya pulang, kemudian Alloh menurunkan ayat ini dan ayat لاَيَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَآءَ كَرْهًا. [3]
Ibnu Sa’d juga mengemukakan bahwa ayat ini diturunkan terkait dengan orang – orang Anshor yang apabila terdapat seorang laki – laki meninggal dunia, maka walinya lebih berhak memilikinya dan menguasainya sampai wanita tersebut meninggal.[4]
Dikemukakan oleh ibnu Jarir dari Ibnu Juraij, beliau berkata : Saya bertanya kepada ‘Athak mengenai وَحَلآَئِلُ أَبْنَآئِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ, dia menjawab : Kami pernah memperbincangkan bahwa ayat tersebut turun mengenai Nabi Muhammad ketika menikahi istri Zaid bin haritsah ( Zainab binti Jahsy). Orang – orang musyrik berkata yang tidak – tidak, lalu turunlah ayat ini.[5]
3.      Munasabah Ayat
Pada ayat yang lalu,  Alloh menjelaskan tentang hukumnya menikahi anak yatim, jumlah wanita yang boleh dinikahi dengan syarat adil dan sanggup memberikan nafaqoh. Alloh juga memberikan petunjuk tentang pergaulan suami istri yang harus didasarai dengan ma’ruf (baik) serta larangan mengambil mahar yang bukan hak nya dengan cara yang dzalim. Pada ayat ini Alloh menjelaskan tentang wanita – wanita yang haram dinikahi, baik yang disebabkan nasab, mushoharoh maupun rodlo’ah.[6]
4.      Kesimpulan Hukum
Dalam ayat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kandungan hukum yang ada adalah :
-          Keharaman menikahi bekas istri dari ayah, karena hal tersebut merupakan hal yang buruk. Larangan tersebut tetap ada walaupun pernikahan itu baru sebatas akad dan belum digauli oleh ayah. Praktek pernikahan tersebut menyebabkan murka Alloh. Namun praktek yang terjadi sebelum datangnya ayat ini tidak termasuk kategori dan diampuni.[7]
Yang dimaksud dalam lafadz  tersebut adalah ‘akad sebagaimana yang disampaikan oleh ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir at Thobari dan Baihaqi : “Setiap wanita yang telah dinikahi oleh ayahmu baik wanita itu telah dipergauli ataupun belum, maka dia haram bagimu.” Redaksi ayah disini juga mencakup kakek didalamnya sebagaimana kesepakatan para ulama’.[8]
-          Wanita – wanita yang haram dinikahi sebab nasab, mushoharoh maupun rodlo’ah.
·         Wanita yang haram karena nasab semuanya ada tujuh yaitu ibu, anak perempuan, saudara perempuan, bibi (dari pihak ayah maupun ibu), keponakan perempuan baik dari pihak saudara laki – laki maupun perempuan.
·         Wanita yang haram karena rodlo’ah sama dengan wanita yang diharamkan karena nasab, yakni ada tujuh orang. Hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW “ يحرم من الرضاعة ما يحرم من النسب “.
·         Wanita yang diharamkan sebab mushoharoh ada 3 macam yaitu ibunya istri ( mertua), anaknya istri dari suami yang terdahulu dengan syarat istrinya tersebut telah dicampuri, istrinya anak cucu (menantu).[9]
-          Wanita yang haram dinikah untuk sementara waktu. Mereka ada dua macam yaitu memadu antara dua saudara ataupun memadu antara seorang wanita dengan bibinya baik dari ayah maupun ibunya, seorang wanita dengan keponakan perempuan baik dari pihak saudara laki – laki maupun saudara perempuan. Abu Hurairah mengatakan “ Rasul melarang menikahkan wanita bersama dengan bibinya dari bapak maupun bibinya dari ibu.”[10]
5.      Hikmat At Tasyri’
Alloh telah mengharamkan menikahi wanita – wanita yang ada hubungan mahram, baik karena nasab, semenda maupun susuan. Hal tersebut dikarenakan terdapat hikmah yang besar, diantaranya :
-          Haram karena nasab
Alloh mengharamkan menikahi wanita yang ada hubungan nasab, karena Alloh menjadikan diantara manusia itu kasih sayang satu sama lain, saling membantu mencari manfaat dan mencegah madhorot. Hubungan yang paling kuat adalah keluarga. Seandainya pernikahan antara sesama mahram itu diperbolehkan, maka nafsu yang ada akan menimbulkan keinginan yang meluap. Watak dari nafsu sendiri adalah cemburu, sehingga pada akhirnya seorang ayah akan cemburu pada anak yang mencintai ibunya maupun saudaranya. Hal ini akan membawa pertentangan dan permusuhan dan pada akhirnya keluarga menjadi retak serta masyarakat menjadi berantakan.
Disamping itu, menikahi keluarga dekat dapat menyebabkan kelemahan keturunan. Kalau hal tersebut terjadi secara terus menerus, maka jelas akan terjadi kelemahan demi kelemahan yang akan menyebabkan keturunan hancur.
-          Haram karena semenda
Diharamkannya menikahi wanita karena hubungan semenda adalah karena Alloh memuliakan manusia dengan memberikan anugerah dengan mendekatkan jiwa – jiwa yang berjauhan yang selanjutnya diikat dengan ikatan cinta dan kasih. Sehingga jika seorang laki – laki menikah dengan seorang wanita, maka dia akan menjadi bagian keluarganya. Mertuanya sama dengan orang tuanya sendiri, menantunya sama juga seperti anaknya sendiri. Jika sampai terjadi wanita di madu dengan ibunya atau saudaranya, maka semua itu akan menghilangkan hikmah adanya pernikahan dan menjadi penyebab hancurnya keluarga.
-          Haram karena rodlo’ah
Hikmahnya adalah karena seseorang yang menetek seorang wanita maka sebagian badannya adalah sebagian dari badan wanita tersebut. Ia tumbuh dari air susu wanita itu sehingga wanita tersebut laksana ibunya. Anak – anaknya pun bersaudara dengannya karena berasal dari satu bahan baku yaitu air susu.[11]




[1] Muhammad Ali Al Shobuni, Tafsir Ayat Al Ahkam Min Al Quran, Jilid 1, Beirut : Dar Al Kutub Al Ilmiyyah, Hal 317.
[2] Wahbah Al Zuhaily, At Tafsir Al Munir Fi Al ‘Aqidah Wa Al Syari’ah Wa Al Manhaj, Jilid 3, Damaskus: Dar Al Fikr, Hal. 309.
[3] Wahbah Al Zuhaily, Hal. 310. Lihat juga Lubabun Nuqul Fi Asbabin Nuzul (Riwayat Turunnya Ayat – Ayat Al Quran) Diterjemahkan oleh M. Abdul Mujieb AS, Hal. 145.
[4] Imam Jalaluddin As Suyuthi, Lubabun Nuqul Fi Asbabin Nuzul (Riwayat Turunnya Ayat – Ayat Al Quran), Diterjemahkan oleh M. Abdul Mujieb AS, Indonesia: Daarul Ihya, 1986, Hal. 146.
[5] Imam Jalaluddin As Suyuthi, Hal. 147.
[6] Wahbah Al Zuhaily, Hal. 310. Lihat juga Tafsir Ayat – Ayat Ahkam oleh H.E. Syibli Syarjaya, hal. 192.
[7] M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan Dan Keserasian Al Quran, Jakarta : Lentera Hati, 2002, Vol.2, Hal. 388-389. Lihat pula Tafsir Al Munir Hal. 311.
[8] Wahbah Al Zuhaily, Hal. 311.
[9] Muhammad Ali Ash Shabuni, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam Ash Shabuni, Diterjemahkan oleh Mu’ammal Hamidy dan Imron A. Manan, Surabaya : PT. Bina Ilmu, 2008, Hal. 331-333. Lihat juga Tafsir Al Munir Hal. 311-315.
[10] Wahbah Al Zuhaily, Hal. 315.
[11] Muhammad Ali Ash Shabuni, Terjemah Tafsir Ayat Ahkam, Diterjemah oleh Mu’ammal Hamidy dan Imron A. Manan, Hal. 340-342.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ringkasan Nahwu

kaidah ghoiru asasiyah

AKHLAK TERHADAP TEMAN SEBAYA