Hak-Hak Pencari Keadilan di Pengadilan
Tujuan utama dalam suatu proses di muka
Pengadilan adalah untuk memperoleh putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap.
Akan tetapi, setiap putusan yang dijatuhkan oleh Hakim belum tentu dapat
menjamin kebenaran secara yuridis, karena putusan itu tidak lepas dari
kekeliruan dan kekhilafan, bahkan tidak mustahil bersifat memihak. Agar
kekeliruan dan kekilafan itu dapat diperbaiki, maka demi tegaknya kebenaran dan
keadilan, terhadap putusan Hakim itu dimungkinkan untuk diperiksa ulang. Cara
yang tepat untuk dapat mewujudkan kebenaran dan keadilan itu adalah dengan
melaksanakan upaya hukum. Upaya hukum ialah suatu usaha setiap
pribadi atau badan hukum yang merasa dirugikan haknya atau atas
kepentingannya untuk memperoleh keadilan dan perlindungan atau kepastian hukum, menurut cara
-cara yang ditetapkan dalam undang-undang.
Upaya hukum dibedakan antara upaya hukum biasa dengan upaya hukum
luar biasa. Upaya hukum biasa merupakan upaya hukum yang digunakan untuk
putusan yang belum berkekuatan hukum tetap. Upaya ini mencakup:
a.
Perlawanan/verzet
Suatu
upaya hukum terhadap putusan di luar hadirnya tergugat (putusan verstek). Dasar
hukum verzet dapat dilihat di dalam pasal 129 HIR. Verzet dapat dilakukan dalam
tempo/tenggang waktu 14 hari (termasuk hari libur) setelah putusan verstek
diberitahukan atau disampaikan kepada tergugat karena tergugat tidak hadir.
b.
Banding
Upaya Hukum Banding adalah upaya
hukum yang dilakukan apabila salah satu pihak tidak puas terhadap putusan
Pengadilan Tingkat Pertama. Dasar hukumnya adalah UU No 4/2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman dan
UU No 20/1947 tentang Peradilan Ulangan. Permohonan banding harus diajukan
kepada panitera Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama yang
menjatuhkan putusan (pasal 7 UU No 20/1947).
c.
Kasasi
Kasasi adalah pembatalan putusan atas penetapan pengadilan dari
semua lingkungan peradilan dalam tingkat peradilan akhir. Putusan yang
diajukan dalam putusan kasasi adalah putusan banding. Alasan yang dipergunakan
dalam permohonan kasasi yang ditentukan dalam pasal 30 UU No 14/1985 jo. UU No
5/2004 adalah:
-
tidak berwenang
(baik kewenangan absolut maupun relatif) untuk melampaui batas wewenang,
-
salah
menerapkan/melanggar hukum yang berlaku,
-
lalai memenuhi
syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam
kelalaian dengan batalnya putusan yang bersangkutan.
Upaya Hukum Luar Biasa dilakukan terhadap putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dan pada asasnya upaya hukum ini tidak menangguhkan eksekusi, mencakup :
a.
Peninjauan
kembali (request civil)
Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang ditentukan
dengan undang-undang, terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum
tetap dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung dalam perkara
perdata dan pidana oleh pihak-pihak yang berkepentingan (pasal 66-77 UU No.
14/1985 jo. UU No. 5/2004). Alasan-alasan peninjauan kembali menurut pasal
67 UU No. 14/1985 jo. UU No. 5/2004, yaitu:
-
ada novum atau bukti baru yang diketahui setelah
perkaranya diputus yang didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim
pidana yang dinyatakan palsu;
-
apabila
setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan
yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
-
apabila
telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut/lebih daripada yang dituntut;
-
apabila
mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya;
-
apabila dalam
satu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim/suatu kekeliruan yang nyata.
Tenggang waktu pengajuan 180 hari setelah putusan berkekuatan hukum
tetap (pasal 69 UU 14/1985). Mahkamah Agung memutus permohonan peninjauan
kembali pada tingkat pertama dan terakhir (pasal 70 UU no 14/1985).
b.
Perlawanan
pihak ketiga (derden verzet)
terhadap sita eksekutorial
Terjadi
apabila dalam suatu putusan pengadilan merugikan kepentingan dari pihak ketiga,
maka pihak ketiga tersebut dapat mengajukan perlawanan terhadap putusan
tersebut. Dasar hukumnya adalah 378-384 Rv dan pasal 195 (6) HIR. Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasa karena pada
dasarnya suatu putusan hanya mengikat pihak yang berperkara saja (pihak
penggugat dan tergugat) dan tidak mengikat pihak ketiga (tapi dalam hal ini,
hasil putusan akan mengikat orang lain/pihak ketiga, oleh sebab itu dikatakan
luar biasa). Derden verzet diajukan ke Pengadilan Negeri/Pengadilan Agama yang memutus perkara tersebut pada tingkat
pertama.
Selain berhak mengajukan upaya hukum, Menurut Ketentuan Pasal 6 ayat 1 huruf c
SK KMA-RI No. 144/KMA/SK/VIII/2007 para pihak juga
berhak untuk
1. Berhak
segera menerima atau menolak putusan.
2. Berhak
minta banding atas putusan pengadilan, dalam waktu yang ditentukan
undang-undang, kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan
hukum, dan putusan dalam acara cepat.
3. Berhak
untuk mencabut atas pernyataanya menerima atau menolak putusan dalam waktu yang
ditentukan undang-undang.
4. Berhak
mempelajari putusan sebelum menyatakan menerima atau menolak putusan dalam
waktu yang ditentukan undang-undang.
5. Berhak
menuntut ganti rugi dan rehabilitasi sebagaimana diatur dalam pasal 95 KUHAP.
6. Berperkara
secara cuma-cuma (Prodeo) bagi pihak yang tidak mampu membayar biaya perkara
karena termasuk dalam golongan orang tidak mampu.
7. Meminta
supaya diadakan pemeriksaan setempat dan sita jaminan terhadap objek-objek
harta yang menjadi sengketa.
8. Mendapatkan
Salinan Putusan / Penetapan dan Akta Cerai bagi yang bercerai di Pengadilan
Agama.
Pihak
yang tidak hadir dalam persidangan juga berhak untuk mendapatkan pemberitahuan
amar putusan yang disampaikan oleh Jurusita serta berhak pula untuk mengajukan
upaya hukum apabila tidak menerima putusan Pengadilan tersebut dalam tempo
waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang.
Komentar