Beban Pembuktian


Dalam Hukum Acara Perdata menjadi kewajiban bagi kedua belah pihak yang berperkara untuk membuktikan. Pembuktian ini untuk meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil yang disampaikan kedua belah pihak, sebelum hakim mengambil keputusan. Hal ini seperti ketentuan dalam pasal 1865 BW yang menyatakan bahwa setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai suatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Ketentuan seperti itu juga terdapat dalam pasal 163 HIR /283 Rbg. Menurut ketentuan pasal 164 HIR terdapat 5 (lima) macam alat bukti, yakni; Alat bukti tertulis (surat), Alat bukti saksi, Persangkaan,  Pengakuan dan Sumpah.
Alat bukti tertulis diatur dalam pasal 164. 284, 285, 293, 294, Rbg. Pasal 1867 -1894 KUHPerdata ( BW ). Pengertian alat bukti tertulis atau surat adalah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda baca dimaksud mencurahkan isi hati dan buah pikiran dipergunakan sebagai pembuktian. Akta, yakni surat yang diberi tanda tangan yang memuat peristiwa yang menjadi dasar dan suatu hak atau perikatan yang dimuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Akta tersebut terdiri dari : AKTA OTENTIK, yaitu akta yang dibuat dihadapan pejabat umum yang diberi wewenang untuk itu oleh penguasa, menurut ketentuan yang telah ditetapkan.  Akta Dibawah Tangan, ialah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa melibatkan/bantuan pejabat umum yang berwenang. Akta sepihak adalah akta yang ditulis dan ditanda tangani sendiri (sepihak).
Perlu diketahui dari sekian alat-alat bukti yang telah ditentukan dalam hukum acara perdata, maka alat bukti yang paling utama adalah alat bukti surat, terlebih-lebih menyangkut hak kepemilikan, hak penguasaan terhadap suatu benda, dan perjanjian/perikatan. Semua surat- surat yang dijadikan alat bukti dipersidangan harus di nazegelen (dimateraikan) terlebih dahulu dikantor pos sesuai UU No 13 Tahun 1985 dan Penjelasannya, agar surat tersebut dapat dinilai sebagai alat bukti. Bahwa surat-surat dalam bentuk fotocopy yang dijadikan alat bukti dipengadilan, pihak yang mengajukan berkewajiban menunjukkan asli surat tersebut kepada Majelis Hakim, yang kemudian Majelis Hakim membubuhkan tulisan singkat pada sudut atas surat tersebut bahwa surat tersebut telah dicocokkan dengan aslinya, kemudian diparaf oleh Ketua Majelis.  Surat-surat yang diajukan Penggugat diberi tanda ; P1, P2, dst. - Surat-surat yang diajukan Tergugat diberi tanda : T1, T2, dst.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kaidah ghoiru asasiyah

ringkasan Nahwu

AKHLAK TERHADAP TEMAN SEBAYA