RESUME HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA
MIFTAKUL KHOIRIYAH
122 111 135
AS A6
RESUME HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA
A.
HUKUM ACARA
PTUN
Hukum Acara PTUN adalah seperangkat
peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap
dan dimuka pengadilan, serta cara pengadilan bertindak satu sama lain untuk
menegakkan peraturan HAN (materiil). Secara sederhana Hukum Acara diartikan
sebagai Hukum Formil yang bertujuan untuk mempertahankan Hukum Materil.
HAPTUN sbg pelaksana Pasal 12 UU No. 14 Tahun
1970 diatur bersama hukum materialnya, yang selanjutnya dirubah dengan UU No.
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Prosedur berperkara diatur
tersendiri dalam bentuk UU/Peraturan lainnya, yaitu UU No. 5/1986 tentang PTUN,
UU No.9/2004 tentang PTUN, UU No. 51/2009 tentang PTUN.
Sengketa Tata Usaha Negara dikenal dengan dua
macam cara antara lain:
a.
Melalui Upaya Administrasi yaitu suatu prosedur
yang dapat ditempuh dalam menyelesaikan masalah sengketa Tata Usaha Negara oleh
seseorang atau badan hukum perdata apabila ia tidak puas terhadap suatu
Keputusan tata Usaha Negara, dalam lingkungan administrasi atau pemerintah sendiri.
Bentuk upaya administrasi :
-
Banding Administratif, yaitu penyelesaian upaya
administrasi yang dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang
mengeluarkan Keputusan yang bersangkutan.
-
Keberatan, yaitu penyelesaian upaya
administrasi yang dilakukan sendiri oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang
mengeluarkan Keputusan itu.
b.
Melalui Gugatan. Apabila di dalam ketentuan
perundang-undangan yang berlaku tidak ada kewajiban untuk menyelesaikan
sengketa Tata Usaha Negara tersebut melalui Upaya Administrasi, maka seseorang
atau Badan Hukum Perdata tersebut dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata
Usaha Negara.
Sengketa TUN adalah sengketa yang timbul dalam
bidang TUN antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat TUN,
baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya KTUN, termasuk
sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Badan
atau pejabat TUN yaitu Badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan
(bersifat eksekutif) berdasarkan peraturan yang berlaku. Badan atau Pejabat TUN
dalam menjalankan fungsinya mempunyai kewenangan berdasarkan ketentuan
per-uu-an baik secara langsung (atribusi) maupun pelimpahan (delegasi) serta
mandat dan kebebasan bertindak. Dalam menjalankan tugasnya, tidak jarang
terjadi bahwa tindakan badan atau Pejabat TUN melanggar batas, sehingga
menimbulkan kerugian bagi yg terkena.
Suatu keputusan tata usaha negara yang dapat
digugat melalui peradilan TUN :
-
Keputusan TUN yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
-
Pejabat TUN pada waktu mengeluarkan keputusan
tun telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain dari maksud diberikannya
wewenang tersebut.
-
Pejabat TUN pada waktu mengeluarkan atau tidak
mengeluarkan keputusan TUN setelah mempertimbangkan semua kepentingan yang
tersangkut dengan keputusan itu.
Tujuan pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara
menurut keterangan pemerintah pada saat pembahasan RUU PTUN adalah:
1.
memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat
yang bersumber dari hak-hak individu
2.
memberikan perlindungan terhadap hak-hak
masyarakat yang didasarkan kepada kepentingan bersama dari individu yang hidup
dalam masyarakat tersebut.
Fungsi Peradilan Tata Usaha Negara adalah
sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik yang timbul antara pemerintah
(Badan/Pejabat TUN) dengan rakyat (orang perorang/badan hukum perdata). Konflik
disini adalah sengketa tata usaha negara akibat dikeluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara.
Objek sengketa dalam PTUN adalah keputusan
tertulis pejabat administrasi negara (beschikking). Seperti diketahui,
seorang pejabat administrasi negara mempunyai kewenangan melakukan freis
ermessen berdasarkan kewenangan yang dimilikinya. Dalam hal ini karena pejabat
administrasi mempunyai kewenangan, maka tidak tertutup kemungkinan ia akan
melakukan sesuatu yang merugikan sasaran keputusan tertulisnya. Untuk
mengontrol hal itulah, maka PTUN dibentuk, yaitu sebagai sarana bagi masyarakat
untuk melindungi kepentingan individunya dari kekuasaan pemerintah.
Setiap keputusan TUN (KTUN) dapat digugat oleh
individu/badan hukum perdata, yang terkena dampak langsung dari KTUN tersebut.
Gugatan tersebut dapat diajukan melalui dua cara, yang pertama melalui upaya
administratif atau melalui PTUN. Bagi sengketa yang diajukan melalui PTUN,
terhadap putusannya dapat dilakukan upaya banding melalui PT TUN, sedangkan
bagi sengketa yang diajukan melalui upaya administratif, penyelesaian melalui
lembaga peradilan dapat langsung diajukan ke PT TUN dan terhadap kedua upaya
hukum ini dapat dilakukan kasasi melalui Mahkamah Agung.
Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 9
tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 5 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara dalam Pasal 47 mengatur tentang kompetensi PTUN
dalam sistem peradilan di Indonesia yaitu bertugas dan berwenang memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara. Kewenangan Pengadilan
untuk menerima, memeriksa, memutus menyelesaikan perkara yang diajukan
kepadanya yang dikenal dengan kompetensi atau kewenangan mengadili. PTUN
mempunyai kompetensi menyelesaikan sengketa tata usaha negara di tingkat
pertama. Sedangkan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN)
untuk tingkat banding. Akan tetapi untuk sengketa-sengketa tata usaha negara
yang harus diselesaikan terlebih dahulu melalui upaya administrasi berdasarkan
Pasal 48 UU No. 5 tahun1986 jo UU No. 9 tahun 2004.
B.
SUBYEK PTUN
Para pihak yang berperkara di Pengadilan Tata
Usaha Negara adalah:
1.
Pihak Penggugat.
Yang dapat menjadi pihak penggugat dalam
perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara adalah setiap subjek hukum, orang
maupun badan hukum perdata yang merasa kepentingannya dirugikan dengan
dikeluarkannya keputusan Tata Usaha Negara oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
di Pusat maupun di Daerah.
2.
Pihak Tergugat
Pihak tergugat adalah Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau
yang dilimpahkan kepadanya. Yang dimaksud wewenang tersebut adalah berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Apa yang
dimaksud dengan Badan atau Pejabat TUN dalam praktek Peradilan Tata Usaha
Negara selama ini menganut kriteria fungsional. Jadi ukurannya adalah,
sepanjang Badan atau Pejabat TUN tersebut “berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan yang dikerjakan berupa kegiatan urusan
pemerintahan”.
3.
Pihak Ketiga yang Berkepentingan
Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang
yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh
Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun
atas prakarsa Hakim dapat masuk dalam sengketa Tata Usaha Negara, dan bertindak
sebagai pihak yang membela haknya; atau peserta yang bergabung dengan salah
satu pihak yang bersengketa. Apabila pihak ketiga yang belum pernah ikut serta
atau diikut sertakan selama waktu pemeriksaan sengketa yang bersangkutan, pihak
ketiga tersebut berhak mengajukan gugatan perlawanan terhadap pelaksanaan
putusan pengadilan tersebut kepada Pengadilan yang mengadili sengketa tersebut
pada tingkat pertama.
C.
OBYEK PTUN
Berdasarkan ketentuan Pasal 53 ayat (1) jo
Pasal 1 angka 4 jo Pasal 3 UU no. 5 tahun 1986, dapat disimpulkan yang dapat
menjadi objek gugatan dalam sengketa Tata Usaha Negara adalah:
1.
Keputusan Tata Usaha Negara adalah “suatu
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara
yang berisi tindakan Hukum Tata Usaha Negara berdasarkan Peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual dan final
yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau Badan Hukum Perdata.” Bersifat konkret diartikan obyek yang diputuskan dalam keputusan
itu berwujud, tertentu atau dapat ditentukan. Bersifat individual, diartikan
bahwa Keputusan Tata Usaha Negara itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi
tertentu baik alamat maupun yang dituju. Kalau yang dituju itu lebih dari satu
orang, maka tiap-tiap individu harus dicantumkan namanya dalam keputusan
tersebut. Bersifat final, diartikan keputusan tersebut sudah definitif ,
keputusan yang tidak lagi memerlukan persetujuan dari instansi atasan atau
instansi lain, karenanya keputusan ini dapat menimbulkan akibat hukum.
2.
Yang dipersamakan dengan Keputusan Tata Usaha
Negara, apabila Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak mengeluarkan
keputusan, sedangkan hal ini menjadi kewajiban, maka hal tersebut disamakan
dengan Keputusan Tata Usaha Negara. Jika suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara tidak mengeluarkan keputusan yang dimohon, sedangkan jangka waktu
sebagaimana ditentukan dalam Peraruran perundang-undangan dimaksud telah lewat,
maka Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tersebut dianggap telah menolak mengeluarkan
keputusan yang dimaksud. Dalam hal Peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan tidak menentukan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
: “maka setelah lewat waktu 2 (empat) bulan sejak diterimanya permohonan, Badan
atau Pejabat Tata Usaha Negara yang bersangkutan dianggap telah mengeluarkan
Keputusan Penolakan.”
D.
WEWENANG DALAM
TATA USAHA NEGARA
Jenis wewenang keputusan TUN adalah Atribusi, Mandat, dan Delegasi.
Atribusi adalah wewenang yang langsung diberikan atau langsung ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
Mandat adalah wewenang yang diberikan kepada penerima mandat dari pemberi
mandat melaksanakan wewenang untuk dan atas nama pemberi mandat. Pada wewenang
yang diberikan dengan mandat, mandataris hanya diberikan kewenangan untuk
mengeluarkan KTUN untuk dan atas nama pemberi mandat, dengan demikian tidak
sampai ada pengalihan wewenang dari pemberi mandat kepada mandataris.
Delegasi adalah wewenang yang diberikan dengan penyerahan wewenang
dari delegans (pemberi delegasi) kepada delegataris (penerima delegasi). Dalam
hal ini, delegataris telah diberikan tanggung jawab untuk mengeluarkan KTUN
untuk dan atas nama delegataris sendiri.
Jika wewenang berbentuk atribusi atau delegasi
maka yang menjadi tergugat adalah badan tau pejabat tata usaha negara yang
memperoleh atau yang di beri wewenang. Jika wewenang berbentuk mandat, maka yang
menjadi tergugat adalah yang memberikan wewenang.
E.
GUGATAN TUN
Gugatan sengketa TUN diajukan kepada pengadilan
yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukuan tergugat. Dalam
hal tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam daerah hukum pengadilan tempat
kediaman penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke pengadilan yang daerah
hukumnya meliputi tempat kediaman penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada
pengadilan yang bersangkutan. Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu
90 hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya keputusan badan atau
pejabat TUN.
Gugatan harus memuat : 1. Nama,
kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan penggugat atau kuasa hukumnya. 2.
Nama, jabatan dan tempat kedudukan tergugat. 3. Dasar gugatan dan hal yang
diminta untuk diputuskan oleh pengadilan, apabila gugatan dibuat dan
ditandatangai oleh seorang kuasa penggugat, maka gugatan harus disertai surat
kuasa yang sah. Gugatan sedapat mungkin juga disertai keputusan TUN yang
disengketakan oleh penggugat.
F.
TENGGANG WAKTU
PENGAJUAN GUGATAN
Dalam Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9
Tahun 2004 disebutkan bahwa gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu
sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya
Keputusan Badan atau Pejabat tata usaha negara yang digugat. Dalam hal yang
hendak digugat ini merupakan keputusan menurut ketentuan :
-
Pasal 3 ayat (2), maka tenggang waktu 90 hari
dihitung setelah lewat tenggang waktu yang ditentukan dalam peraturan dasarnya,
yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan yang bersangkutan.
-
Pasal 3 ayat (3), maka tenggang waktu itu
dihitung setelah 4 bulan yang dihitung sejak tanggal diterimanya permohonan
yang bersangkutan.
Dalam SEMA Nomor : 2 Tahun 1991 dinyatakan
bahwa bagi mereka yang tidak dituju oleh suatu Keputusan tata usaha negara,
yang merasa kepentingannya dirugikan maka tenggang waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 dihitung secara kasuistis sejak saat ia merasa kepentingannya
dirugikan oleh Keputusan tata usaha negara yang bersangkutan.
G. PEMERIKSAAN POKOK SENGKETA
Pemeriksaan Pokok Sengketa sengketa diawali dengan pemanggilan para
pihak. panggilan terhadap pihak yang bersangkutan dianggap sah, apabila
masing-masing telah menerima surat panggilan yang dikirimkan dengan surat
tercatat. Surat panggilan yang ditujukan kepada Tergugat disertai salinan
gugatan dengan pemnberitahuan bahwa gugatan itu dapat dijawab dengan
tertulis. Tahapan-tahapan dalam pemeriksaan pokok sengketa adalah Tahap
pembacaan isi gugatan dari penggugat dan pembacaan jawaban dari tergugat,(
Eksepsi tentang kewenangan absolut, Eksepsi tentang kewenangan relatif
pengadilan,dan Eksepsi lain yang tidak mengenai kewenangan pengadilan) Tahap
pengajuan replik, Tahap pengajuan duplik, Tahap pengajuan alat-alat bukti,
Tahap pengajuan kesimpulan, Tahap penjatuhan putusan.
Acara Pemeriksaan Cepat hampir sama dengan Acara Pemeriksaan
Biasa hanya waktu pelaksanaannya yang dipercepat dan tidak ada pemeriksaan
persiapan. Proses tersebut terdiri dari Pengajuan Gugatan, Penelitian
Administratif, Rapat Permusyawaratan, Pemeriksaan Pokok Sengketa dan Penjatuhan
Putusan. Pembuktian adalah tata cara untuk menetapkan terbuktinya fakta
yang menjadi dasar dari pertimbangan dalam menjatuhkan suatu putusan. Fakta
dimaksud dapat terdiri dari Fakta Hukum dan Fakta Biasa. Fakta hukum adalah
kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang eksistensinya (keberadaannya)
tergantung dari penerapan suatu peraturan perundang-undangan. Sedangkan Fakta
Biasa yaitu kejadian-kejadian atau keadaan-keadaan yang juga ikut menentukan
adanya fakta hukum tertentu. Alat bukti ialah surat atau tulisan, keterangan
ahli, keterangan saksi, pengakuan para pihak, pengetahuan hakim
H.
PUTUSAN TUN
Jenis Putusan dalam PTUN antara lain Putusan yang bukan putusan
akhir, Putusan akhir, Gugatan tidak dapat diterima dan Gugatan gugur. Putusan
yang bukan putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim sebelum
pemeriksaan sengketa TUN dinyatakan selesai, yang ditujukan untuk memungkinkan
atau mempermudah pelanjutan pemeriksaan sengketa TUN di sidang pengadilan.
Putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim setelah
pemeriksaan sengketa TUN selesai yang mengakhiri sengketa tersebut pada tingkat
pengadilan tertentu. Putusan berupa Gugatan
tidak dapat diterima adalah Putusan yang berupa gugatan tidak diterima adalah
putusan yang menyatakan bahwa syarat-syarat yang telah ditentukan tidak
dipenuhi oleh gugatan yang diajukan oleh penggugat. Putusan berupan Gugatan
gugur adalah putusan yang dijatuhkan hakim karena penggugat tidak hadir dalam
beberapa kali sidang, meskipun telah dipanggil dengan patut atau penggugat
telah meninggal dunia.
Kekuatan Hukum dari Putusan TUN antara lain Kekuatan
pembuktian, Kekuatan mengikat, Kekuatan eksekutorial. Kekuatan pembuktian
adalah kekuatan hukum yang diberikan kepada suatu putusan hakim bahwa dengan
putusan tersebut telah diperoleh bukti tentang kepastian sesuatu. Putusan hakim
adalah akta autentik, sehingga putusan hakim tersebut mempunyai kekuatan
pembuktian yang sempurna. Kekuatan mengikat dari putusan hakim adalah kekuatan
hukum yang diberikan kepada suatu putusan hakim bahwa putusan tersebut mengikat
yang berkepentingan untuk menaati dan melaksanakannya. Kekuatan eksekutorial
dari putusan hakim adalah kekuatan hukum yang diberikan kepada suatu putusan
hakim bahwa putusan tersebut dapat dilaksanakan. Sebagai syarat bahwa suatu
putusan hakim memperoleh kekuatan eksekutorial adalah dicantumkannya irah-irah
”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” pada putusan hakim
tersebut.
I. UPAYA HUKUM TUN
Upaya hukum adalah alat atau sarana hukum
untuk memperbaiki adanya kekeliruan pada putusan pengadilan. jenis upaya hukum
ada dua, biasa dan luar biasa. Upaya hukum biasa yang dimaksud adalah
(Perlawanan terhadap Penetapan Dismissal, Banding dan Kasasi). Upaya hukum luar biasa (Peninjauan Kembali dan Kasasi Demi Kepentingan
Hukum).
Proses menentang keputusan hukum secara resmi dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh
Penggugat atau Tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Upaya hukum
Kasasi adalah pemeriksaan tingkat terakhir di Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung. Apabila diantara
para pihak masih belum puas terhadap putusan Hakim Mahkamah Agung pada tingkat
Kasasi, maka dapat ditempuh upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali. alasan-alasan permohonan
peninjauan kembali;
a.
Apabila putusan didasarkan pada suatu
kebohongan lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus
b.
ada bukti-bukti baru yang pada waktu perkara
diperiksa tidak dapat ditemukan
c.
bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya
d.
diberikan putusan yang bertentangan satu
dengan yang lain antara pihak-pihak yang sama, mengenai suatu hal yang sama,
atas dasar yang sama, dan oleh pengadilan yang sama.,
e.
Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu
kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata,
Komentar