gender



I.                   PENDAHULUAN
Kesetaraan gender adalah posisi sama antara laki – laki dan perempuan dalam memperoleh akses, partisipasi, kontrol dan manfaat dalam aktiftas kehidupan baik dalam keluarga, masyarakat maupun berbangsa dan bernegara. [1] namun seringkali dalam kenyataannya terdapat keadaan yang timpang antara tempat laki – laki dan perempuan. Hal tersebut menimbulkan berbagai kegiatan yang berlatar belakang gender. Banyak isu – isu yang mempersoalkan letak keadilan antara laki – laki dan perempuan. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis mencoba untuk sedikit mengupas tentang realita gender dalam perkembanganya di masyarakat.
II.                RUMUSAN MASALAH
Sistematika pembahasan dalam makalah ini kami susun dalam rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana pengertian gender dan sex serta hukum qodrati ?
2.      Bagaimana ruang lingkup qodrat kewanitaan ?
3.      Bagaimana ketetapan syariat yang qodrati dan yang merupakan hasil konstruksi budaya ?
III.             PEMBAHASAN
A.    Pengertian Gender Dan Sex Serta Hukum Qodrati
Kata gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis kelamin. Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA mengutip beberapa pendapat mengenai gender, antara lain :
1.      H.T Wilson dalam Sex and Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan perbedaan sumbangan laki – laki dan perempuan dalam kebudayaan dan kehidupan kolektif .
2.      Hilary M. Lips dalam Sex and Gender : an Introduction mengartikan gender sebagai harapan – harapan budaya terhadap laki – laki dan perempuan.
3.      Women’s Studies Encyclopedia menjelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki – laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
4.      Dalam Webster New World Dictionary, jender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku .[2]
Sedangkan Seks secara etimologis berasal dari bahasa latin, sexus, kemudian diturunkan menjadi bahasa Perancis kuno sexe yang berarti kelamin. Secara terminologis seks adalah suatu kekuatan pendorong hidup yang dimiliki setiap manusia guna meneruskan keturunannya.[3]
Seks atau jenis kelamin adalah pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu, tidak dapat dipertukarkan dan merupakan kodrat, pemberian dari Tuhan. Misalnya, laki-laki memiliki penis, memiliki jakala dan memproduksi sperma. Dan perempuan memiliki vagina, haid, memproduksi telur/ovum,  memiliki potensi ; melahirkan dan  menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis tidak dapat dipertukarkan antara alat biologis yag dimiliki oleh perempuan ditukarkan kepada laki-laki demikian pula sebaliknya.[4]
Secara etimologi, kata hukum berakar dari kata al-hukmu yang berarti menolak kezaliman atau penganiyaan. Sedangkan secara terminology, ulama ushul mendefinisikan hukum sebagai titah Allah yang berkenaan dengan perbuatan orang-orang mukallaf, baik berupa tuntutan, pilihan, maupun larangan.[5]
            Hukum qodrat muncul sebagai norma yang berasal dari Tuhan. Oleh karena itu hukum qodrat dimaknai sebagai hukum yang bersifat abadi dan berlaku universal. Aristoteles memaknai hukum qodrat sebagai suatu hukum yang berlaku karenaberhubungan dengan alam.[6]
            Dari pengertian diatas kiranya dapat diambil kesimpulan bahwa gender adalah pembedaan antara laki – laki dan perempuan dalam hal peran dan konstribusinya dalam ranah sosial. Hal tersebut tidaklah berlaku secara universal mengingat budaya dalam setiap kurun waktu dan tempat tidak semua sama. Oleh karena itu, pembedaan tersebut tidak bisa dianggap sebagai sesuatu yang mutlak.
B.     Ruang Lingkup Qodrat Kewanitaan
Manusia adalah salah satu makhluk biologis yang mempunyai berbagai keistimewaan dibanding dengan  makhluk biologis lainnya seperti hewan dan tumbuh-tumbuhan.[7] Tentang kenyataan akan adanya perbedaan secara biologis antara laki-laki dan perempuan tidak ada perbedaan berbeda. Akan tetapi efek perbedaan biologis terhadap perilaku manusia, khususnya dalam perbedaan relasi gender, menimbulkan banyak perdebatan, bahkan muncul sejumlah teori.[8] Misalnya dalam teori psikonalisa yang diperkenalkan oleh sigmun freud bahwa perbedaan gender ditentukan oleh faktor psikologi[9]. Memang telalu berlebihan jika gender hanya di tentukan dengan faktor psikologi atau hanya ditentukan dengan faktor biologis saja karena selain itu terdapat faktor atau pengaruh lain.
Perbedaan anatomi dan komposisi kimia dalam tubuh oleh sejumlah ilmuan dianggap berpengaruh dalam perkembangan emosional dan kapasitas intelektualnya masing-masing. Unger, misalnya mengidentifikasikan perbedaan emosional dan intelektual antara laki-laki dan perempuan berikut:[10]
Laki-laki (masculine)
Perempuan (feminim)
Sangat agresif
Tidak terlalu agresif
Tidak emosional
Lebih emosional
Tidak mudah terpengaruh
Mudah terpengaruh
Berperasaan tidak mudah tersinggung
Mudah tersinggung
Jarang menangis
Lebih sering menangis
Penuh rasa percaya diri
Kurang rasa percaya diri
Tidak mudah goyah terhadap krisis
Mudah goyah terhadap krisis
Lebih bisa membedakan antara rasa dan rasio
Sulit membedakan antara rasa dan rasio
Lebih logis
Kurang logis

Sedangkan dalam biologis sendiri kromoson wanita berbeda dengan laki-laki, perempuan mempunyai dua kromoson yang sejenis XX karenanya disebut dengan homogemetic sedangkan laki-laki mempunyai kromoson yang berbeda yaiu XY dan lainnya disebut heterogometic. Setiap manusia normal mempunyai 46 kromoson yang terdiri atas 23 pasang. Pasangan kromosom tersebut berasal dari ayah dan ibu. 22 dari pasangan kromoson itu membawa sifat-sifat genetika yang secara turun temurun yang ditentukan oleh karakteristik henetika seseorang. Jika laki-laki maka kromosonnya diindentifikasi kromosom XY, dan jika ia perempuan maka maka diindentifikasikan XX[11].
Dengan demikian dapat disimpulkan Bahwa ruang lingkup kodrat kewanitaan bukan hanya pada faktor biologis saja, akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor psikologis.
Dalam Al-Quran tidak pernah ditemukan satu ayat pun yang yang menunjukan keutamaan seseorang karena faktor jenis kelamin atau karena keturunan bani tertentu. Kemandirian perempuan dalam tradisi islam sejak awal terlihat begitu kuat[12]. Hal ini memperkuat adanya ruang lingkup kodrat wanita tidak hanya biologis tapi juga psikologis.
C.    Ketetapan Syariat Yang Qodrati Dan Yang Merupakan Hasil Konstruksi Budaya
1.      Qodrat Wanita
Wanita adalah sosok yang amat dihormati dalam Islam. Secara fisik, wanita lebih lemah dari pria. Mereka memiliki perasaan yang lebih lembut dan halus. Wanita juga lebih banyak menggunakan pertimbangan emosi dan perasaannya dibanding akal pikirannya. Hal – hal seperti itu adalah karakteristik wanita.
Pada masa jahiliyah, posisi wanita sangat rendah. Apabila dari kalangan mereka terdapat kelahiran seorang anak perempuan, maka anak tersebut akan dikuburkan hidup hidup karena anak perempuan merupakan aib besar bagi keluarganya. Pada saat Islam datang melalui Nabi Muhammad SAW, wanita mulai memiliki tempat yang layak. Wanita dianggap memiliki tempat yang setara dengan laki – laki. Bahkan dalam sebuah hadis disebutkan bahwa surga itu berada di bawah telapak kaki ibu. [13]
Gender dalam hukum Islam mempunyai arti bahwa Islam mengakui dan memberi apresiasi terhadap fakta seksual atau dalam kategori kebudayaan. Ini terbukti bahwa baik dalam bentuk seseorang maupun masyarakat, manusia dipandang Islam mempunyai dasar yang sama.[14] Berkaitan mengenai hak dan kewajiban sebagai makhluk Allah, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama.[15] Sementara itu, tanggapan positif Islam mengenai perbedaan jenis kelamin dan emosi dorongan yang menyertainya, melahirkan pandangan khusus. Sebagaimana Allah berfirman:
`ÏBur Èe@à2 >äóÓx« $oYø)n=yz Èû÷üy`÷ry ÷/ä3ª=yès9 tbr㍩.xs? ÇÍÒÈ  
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah”.
Dari ayat di atas, Mahdudi mencatat tiga prinsip dasar yang diperolehnya. Pertama, dari ciptakan Ilahi, bahwa segala system di permukaan bumi adalah benar, suci, dan mulia. Kedua,keberadaan system bahwa tiap pasangan berfungsi khusus dan saling melengkapi satu sama lain. Ketiga, antara laki-laki dan perempuan berinteraksi menjalani kodrat masing-masing.[16]
Wanita memiliki kesamaan dalam berbagai hak dengan pria, sebagaimana banyak disebutkan dalam Al Quran, antara lain :
ô`tB Ÿ@ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @Ÿ2sŒ ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍósãZn=sù Zo4quym Zpt6ÍhŠsÛ ( óOßg¨YtƒÌôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$Ÿ2 tbqè=yJ÷ètƒ ÇÒÐÈ  
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik[17] dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.
Dalam ayat lain dijelaskan :
ª!$#ur Ÿ@yèy_ Nä3s9 ô`ÏiB ö/ä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& Ÿ@yèy_ur Nä3s9 ô`ÏiB Nà6Å_ºurør& tûüÏZt/ Zoyxÿymur Nä3s%yuur z`ÏiB ÏM»t6Íh©Ü9$# 4 È@ÏÜ»t6ø9$$Î6sùr& tbqãZÏB÷sムÏMyJ÷èÏZÎ/ur «!$# öNèd tbrãàÿõ3tƒ ÇÐËÈ  
Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"
z>$yftFó$$sù öNßgs9 öNßgš/u ÎoTr& Iw ßìÅÊé& Ÿ@uHxå 9@ÏJ»tã Nä3YÏiB `ÏiB @x.sŒ ÷rr& 4Ós\Ré& ( Nä3àÒ÷èt/ .`ÏiB <Ù÷èt/
Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain...
Begitulah Alloh menjelaskan bahwa antara wanita dan pria tidak memiliki perbedaan. Alloh memberikan pahala yang sama bagi pria atau wanita dalam setiap amal mereka, baik di dunia maupun di akhirat.[18]
Akan tetapi disamping wanita mempunyai hak yang sama dengan laki – laki, wanita juga memiliki qodrat dan keterbatasan di banding laki – laki. Wanita memiliki perasaan yang lebih sensitif untuk mendukung tugas – tugasnya sebagai seorang ibu. Wanita diciptakan dari unsur pria yang menjadikannya harus rela dipimpin oleh seorang pria terutama dalam konteks rumah tangga.[19]
Adapun fungsi dan tugas wanita sesuai dengan qodrat kewanitaannya antara lain:
-          Sebagai kepala rumah tangga
Wanita (istri) adalah pemimpin dalam urusan rumah tangga, sedangkan pria (suami) adalah pemimpin dalam urusan keluarga. Kepemimpinan dan tugas – tugas keluarga dalam praktiknya lebih banyak dilakukan oleh pihak wanita. Wanita dapat mengerjakan apa yang tidak sempat dikerjakan oleh pria. Suami keluar rumah untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan keluarga, sedangkan istri merawat rumag tangga dengan setia. Selain itu, sang istri juga berkewajiban menuanaikan hak untuk Allah, yaitu dengan melaksanakan ibadah mahdah.[20]
-          Sebagai ibu dari anak – anaknya
Seorang wanita belum sempurna statusnya sebagai seorang istri apabila dia belum memiliki anak. Hamil dan melahirkan anak adalah qodrat wanita yang tidak mudah dijalani, karena membutuhkan perjuangan dan kesabaran dari wanita. Pada saat hamil, ia menanggung beban kandungan yang berat selama sembilan bulan. Pada saat melahirkan ia merasakan sakit yang amat sangat dan mempertaruhkan nyawa dalam hidup dan mati. Pada saat bayi lahir, rasa sakit dan lelah tersebut seolah – olah hilang.[21]
Kemuliaan seorang wanita akan semakin bertambah manakala ia berhasil mendidik anak – anaknya menjadi shalih dan shalihah. Hal tersebut merupakan tanggung jawab seorang ibu dan ayah untuk dapat mendidik anak menjadi anak yang cerdas, berakhlak dan taat pada ajaran agama. Dengan demikian, wanita tidak cukup hanya hamil dan melahirkan, akan tetapi juga bertanggung jawab mendidik anak – anaknya.[22]
2.      Kesetaraan Gender Dalam Konstruksi Budaya
Dalam kurun waktu yang panjang kita dapat melihat bahwa laki – laki dan perempuan memiliki hubungan yang tidak setara. Wanita diposisikan sebagai subordinasi dari laki – laki, dimarjinalkan, bahkan didiskriminasi. Para pemikir feminis mengemukakan bahwa hal tersebut dikarenakan faktor ideologi dan budaya yang memihak laki – laki serta pemikiran kaum agamawan. Hal tersebut terlihat jelas dalam penafsiran ayat 34 dalam surat an Nisa’ :
ãA%y`Ìh9$# šcqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ Ÿ@žÒsù ª!$# óOßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4
kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Secara umum para ahli tafsir berpendapat bahwa superioritas laki – laki tersebut bersifat mutlak. Kelebihan laki – laki atas perempuan diatas karena akal dan fisiknya.[23]
Akan tetapi dewasa ini, superior diatas tidak bisa dikatakan bersifat umum dan mutlak. Hal tersebut bukan saja karena dipandang sebagai bentuk diskriminasi akan tetapi karena fakta sosial yang telah berkata lain. Pada masa sekarang telah banyak wanita yang mampu mengerjakan peran – peran yang selama ini hanya menjadi milik laki – laki. Oleh karena itu, karakteristik yang menjadi dasar superioritas laki – laki bukan sesuatu yang tetap dan berlaku sepanjang masa, karena hal tersebut merupakan produk dari perjalanan sejarah.[24] Dengan demikian dapat dikatakan bahwa posisi perempuan yang notabene sebagai subordinat laki – laki dapat diubah karena format kebudayaan yang juga telah berubah. Oleh karena itu, sudah semestinya yang menjadi pemikiran dasar pemikiran dalam hal teks – teks agama adalah prinsip – prinsip keadilan, kesetaraan, kemashlahatan, dan kerahmatan untuk semua tanpa membedakan jenis kelamin laki – laki atau perempuan.[25]
Dalam islam, sebagaimana telah dikemukakan diatas, pada prinsipnya seluruh tanggung jawab dan hak laki-laki perempuan adalah sama. Siapa melakukan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedang ia dalam keadaan beriman, maka ia akan memperoleh surga.[26]
IV.             KESIMPULAN
Pengertian gender harus dibedakan dengan pengertian sex, karena apabila salah diartikan, akan terjadi makna yang tidak sesuai. Gender lebih kepada pembedaan peran antara laki – laki dan perempuan dalam sosial budaya. Sedangkan sex adalah jenis kelamin dalam arti biologis yang tidak dapat ditukar maupun diganti.
Qodrat wanita adalah segala sesuatu yang telah menjadi fitrahnya dan tidak dapat diubah. Hal tersebut baik dari segi biologis maupun psikologis.
Wanita sebagai ciptaan Alloh mempunyai qodrat tertentu yang harus dijalaninya. Hal tersebut antara lain kedudukannya sebagai kepala rumah tangga dan sebagai ibu dari anak – anaknya. Meskipun demikian, ia juga mempunyai hak yang sama sebanding dengan laki – laki sesuai konstruksi sosial dimana ia hidup. Perkembangan sejarah membuktikan bahwa perempuan bukanlah sosok yang hanya bisa digunakan sebagai obyek untuk bersenang – senang, namun ia juga bisa memiliki potensi dan melakukan hal – hal yang biasanya dilakukan oleh laki – laki.
V.                PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat, kami yakin masih banyak kesalahan yang terdapat dalam penulisan makalah ini karena memang itu adalah keterbatasan kami dan tidak ada manusia yang sempurna, hanya Dialah Yang  Maha Sempurna. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun selalu kami nantikan demi perbaikan makalah ini selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfa’at, bagi penulis khususnya serta bagi para pembaca pada umumnya. Amin ya Robb al ‘alamin.


[1] Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender, Yogyakarta : Sukses Offset, 2008, Hal. 18.
[2] Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaran Gender Persepektif Al-Quran ,Jakarta : Dian Rakyat, 2010, hal. 29-31.
[3] https://www.academia.edu/1831699/Gender_Perempuan_dan_Budaya_Patriarki, diunduh pada 08 Desember 2013 pukul 16:54 WIB.
[4]http://newrupa.blogspot.com/2011/02/pengertian-gender-seks.html, di unduh pada 08 Desember 2013 pukul 12:04 WIB.
[5] Sirajuddin, Legislasi Hukum Islam Di Indonesia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008, Hal. 93
[6] Ayutikadewi.wordpress.com, di unduh pada 08 Desember 2013 pukul 12:24 WIB
[7] Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaran Gender Persepektif Al-Quran, hal.37
[8] Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaran Gender Persepektif Al-Quran, hal.37-38
[9] Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaran Gender Persepektif Al-Quran, hal.63
[10] Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaran Gender Persepektif Al-Quran, hal 38
[11] Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaran Gender Persepektif Al-Quran, hal. 36
[12] Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaran Gender Persepektif Al-Quran, hal. 238
[13] Hasan M. Noer (Editor), Potret Wanita Sholihah, Jakarta : Penamadani, 2004, Hal. 2.
[14] Saudi Berlian, Pengelolaan Tradisional Gender Telaah Keislaman Atas Naskah Simboer Tjahaja, Jakarta : Millennium Publisher, 2000,  Hal. 58
[15] Saudi Berlian, Pengelolaan Tradisional Gender Telaah Keislaman Atas Naskah Simboer Tjahaja, Jakarta : Millennium Publisher, 2000,  Hal. 61
[16]Saudi Berlian, Pengelolaan Tradisional Gender Telaah Keislaman Atas Naskah Simboer Tjahaja, Jakarta : Millennium Publisher, 2000,   Hal. 63
[17] ditekankan dalam ayat ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman.
[18] Hasan M. Noer (Edt), Potret Wanita Shalihah, Hal 3-4.
[19] Hasan M. Noer (Edt), Potret Wanita Shalihah, Hal 5.
[20] Hasan M. Noer (Edt), Potret Wanita Shalihah, Hal 6-8.
[21] Hasan M. Noer (Edt), Potret Wanita Shalihah, Hal 8.
[22] Hasan M. Noer (Edt), Potret Wanita Shalihah, Hal Hal 9.
[23] Husein Muhammad, Fiqh Perempuan : Refleksi Kiai Atas Wacana Agama Dan Gender, Yogyakarta : Lkis,2001, Hal. 20.
[24] Husein Muhammad, Fiqh Perempuan : Refleksi Kiai Atas Wacana Agama Dan Gender, Hal. 21.
[25] Husein Muhammad, Fiqh Perempuan : Refleksi Kiai Atas Wacana Agama Dan Gender, Hal. 26.
[26]Saudi Berlian, Pengelolaan Tradisional Gender Telaah Keislaman Atas Naskah Simboer Tjahaja, Jakarta : Millennium Publisher, 2000,  Hal. 65

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kaidah ghoiru asasiyah

AKHLAK TERHADAP TEMAN SEBAYA

ringkasan Nahwu