resume akad



NAMA           : MIFTAKUL KHOIRIYAH
NIM                : 122 111 135
KELAS          : ASA 3
Pengertian Akad
Secara etimologi, kata Akad berasal dari bahasa Arab yaitu al-‘aqd yang berarti perikatan, perjanjian, atau permufakatan. Menurut terminologi fiqh didefinisikan dengan:  ارتباط ايجاب بقبول على وجح مشروع يثبت أثره فى محله                                        
“pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada objek perikatan.”
Menurut Musthafa Az-Zarka suatu akad merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang sama-sama berkeinginan mengikatkan dirinya. Kehendak tersebut sifatnya tersembunyi dalam hati, oleh karena itu menyatakannya masing-masing harus diungkapkan dalam suatu pernyataan yang disebut Ijab dan Qabul.
Rukun Akad
Rukun adalah komponen pokok dari sesuatu, rukun akad adalah esensi dari suatu akad. Tanpanya, akad tersebut belumlah dianggap ada. Secara umum dalam suatu akad ada tiga; 
-          Sighah, yaitu pernyataan ijab dan qabul dari kedua belah pihak.
-          Mahal Al‘Aqd atau objek akad yang tidak dilarang oleh syara’. Ulama sepakat bahwa objek akad harus memenuhi dua kriteria; terdiri dari objek yang harus menerima segala konsekuensi hukum dari akad tersebut dan kriteria kedua adalah bebas dari segala bentuk gharar yang menyebabkan perselisihan dan perbedaan
-          Aqidan atau pihak-pihak yang melakukan akad. Kriteria pelaku akad adalah ahliyah (kecakapan), wilayah (kuasa) dan ridha (kerelaan).
Meski pada dasarnya semua akad menurut hukum asalnya adalah mubah, namun dalam Islam dijelaskan bahwa tidak semua akad yang dilakukan itu diperbolehkan. Terdapat beberapa illat yang menyebabkan dilarangnya transaksi tersebut yaitu :
1.      Haram karena bendanya (zatnya) 
Pelarangan kegiatan muamalah ini disebabkan karena benda atau zat yang menjadi objek dari kegiatan tersebut berdasarkan ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadist telah dilarang atau diharamkan. Benda-benda tersebut, antara lain babi, khamr bangkai binatang dan darah. 
2.      Haram selain karena bendanya (zatnya) 
Pengertian dari pelarangan atas kegiatan ini adalah suatu kegiatan yang objek dari kegiatan tersebut bukan merupakan benda-benda yang diharamkan karena zatnya. Artinya benda-benda tersebut adalah benda-benda yang dibolehkan (dihalalkan), tetapi menjadi haram disebabkan adanya unsur: 
  1. Tadlis, tindakan sengaja mencampur barang yang berkualitas baik dengan barang yang sama berkualitas buruk demi untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak. Dalam konteks pasar modal, ini bisa berarti pengaburan informasi. 
  2. Taghrir/ Gharar,  situasi di mana terjadi ketidaklengkapan informasi karena adanya ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Taghrir terjadi bila pihak yang bertransaksi merubah sesuatu yang seharusnya bersifat pasti menjadi tidak pasti. Dalam hal ini ada beberapa hal yang bersifat tidak pasti, yaitu kuantitas, kualitas, harga,  ataupun waktu penyerahan atas objek yang ditransaksikan.
  3. Riba, tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis, baik transaksi hutang piutang maupun jual beli.
  4. Ihtikar, situasi di mana produsen/penjual mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply (penawaran) agar harga produk yang dijualnya naik. 
  5. Ghaban, situasi dimana si penjual memberikan tawaran harga diatas rata-rata harga pasar tanpa disadari oleh pihak pembeli. 
3.       Tidak sahnya akad 
Seperti halnya dengan pengharaman disebabkan karena selain zatnya, maka pada kegiatan ini benda yang dijadikan objeknya adalah benda yang berdasarkan zatnya dikategorikan halal (dibolehkan) tetapi benda tersebut menjadi haram disebabkan akad atau penjanjian yang menjadikan dasar atas transaksi tersebut cacat dan dilarang oleh ajaran Islam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kaidah ghoiru asasiyah

AKHLAK TERHADAP TEMAN SEBAYA

ringkasan Nahwu